REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) optimistis penambahan cuti ibu pekerja yang melahirkan dan pemberian cuti ayah dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Dian Ekawati mengibaratkannya seperti "investasi jangka panjang".
"(Manfaat) pemberian cuti bukan lantas akan kelihatan dalam satu, dua hari. Tapi nanti ke depannya revenue (perusahaan) diharapkan akan meningkat karena pekerjanya tidak terlalu banyak ambil cuti, angka kesakitan pekerja menurun, dan jika pekerjanya bahagia, produktivitas meningkat, dia akan kerja dengan semangat," kata Dian di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Dia menjelaskan optimisme tersebut akan disosialisasikan kepada perusahaan-perusahaan agar mereka memahami tujuan adanya cuti ayah serta penambahan cuti bagi ibu melahirkan. Kementerian PPPA telah menjalin kerja sama dengan Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) untuk mengedukasi pekerja.
"Kami berharap perusahaan-perusahaan tersebut (di bawah APSAI) bisa mengedukasi pekerja-pekerjanya," katanya.
Berdasarkan Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan (RUU KIA), cuti bagi ibu pekerja yang melakukan persalinan paling singkat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya, jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Untuk setiap ibu yang bekerja yang melaksanakan hak atas cuti melahirkan tidak dapat diberhentikan dari pekerjaannya dan berhak mendapatkan upah secara penuh untuk tiga bulan pertama dan untuk bulan ke-4, serta 75 persen dari upah untuk bulan ke-5 dan ke-6.
Untuk cuti bagi suami yang mendampingi istrinya melakukan persalinan dua hari dan dapat diberikan paling lama tiga hari berikutnya atau sesuai dengan kesepakatan. Bagi suami yang mendampingi istrinya yang keguguran berhak mendapatkan cuti selama dua hari.