REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Menteri Kehakiman Spanyol Felix Bolanos mengatakan Spanyol akan menyiapkan untuk mengkompensasi sekitar 440 ribu korban pelecehan seksual selama puluhan tahun yang dilakukan pendeta, staf atau guru Katolik. Sebagian besar dana itu akan berasal berasal dari Gereja Katolik.
Jumlah korban berasal dari laporan yang dirilis ombudsman hak asasi manusia Spanyol bulan Oktober lalu usai mensurvei 8.000 orang. Laporan itu merekomendasikan pembentukan dana negara, dan menuduh Gereja kurang bekerja sama dan berusaha “meminimalkan fenomena tersebut”.
Bolanos mengatakan Gereja Katolik sangat berpengaruh pada masyarakat dan politik Spanyol sampai berakhirnya kediktatoran sayap kanan tahun 1970-an. Namun, ternyata gagal memenuhi seruan reparasi dan merespon laporan terhadap keuskupan. "Kami ingin meresponnya untuk mencegah, memulihkan dan mencoba membayar utang masyarakat kami pada para korban," kata Bolanos, Selasa (22/4/2024).
Skema pemerintah yang akan berjalan sampai 2027, memperkirakan formula yang belum ditentukan yang mengharuskan Gereja untuk "membayar semua atau bagian penting kompensasi dan memberikan elemen lain simbol reparasi." Bolanos mengatakan kementeriannya akan bernegosiasi dengan keuskupan mengenai kontribusi Gereja pada dana dan ia mengatakan gereja sudah menunjukkan kesediaan untuk bekerja sama.
Namun Konferensi Waligereja Spanyol mengatakan mereka tidak dapat menerima rencana yang mengecualikan korban pelecehan seksual di organisasi lain karena hal tersebut merupakan 'penghakiman yang menghakimi seluruh Gereja yang hanya menangani sebagian dari masalah'.
Pada November lalu untuk pertama kalinya Gereja mengatakan mereka akan membayar kompensasi pada korban meski beberapa kasus belum sepenuhnya selesai karena pendeta yang dituduh sudah meninggal dunia. Bolanos mengatakan, lembaga pakar independen akan mempelajari kasus-kasus yang tertuduh sudah meninggal dunia atau batas waktu penyelidikan sudah lewat atau tidak pernah disidang.
Pemerintah Spanyol juga berencana menggelar acara publik bersama korban dan keluarga mereka. Sebagai "simbol reparasi" atas nama negara. Pada bulan ini Gereja Katolik di Portugal mengatakan akan membayar kompensasi pada korban berdasarkan kasus per kasus. Pendekatan yang dikritik kelompok penyintas.