Rabu 24 Apr 2024 15:42 WIB

Perang Internet AS-China Meningkat Saat AS Sahkan Larangan TikTok

ByteDance diminta menjual TikTok dalam waktu satu tahun.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Friska Yolandha
Logo TikTok ditampilkan di ponsel di Boston, 14 Oktober 2022. ByteDance diminta menjual TikTok dalam waktu satu tahun.
Foto: AP
Logo TikTok ditampilkan di ponsel di Boston, 14 Oktober 2022. ByteDance diminta menjual TikTok dalam waktu satu tahun.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pertarungan teknologi selama bertahun-tahun antara Amerika Serikat dan China, AS telah memberikan pukulan besar. Pemerintah AS dengan mudah meloloskan rancangan undang-undang yang akan memaksa penjualan atau pelarangan TikTok, yang dimiliki oleh ByteDance yang berbasis di China.

Hal itu semakin mewujudkan undang-undang yang dapat menghapus aplikasi populer tersebut dan memperdalam kesenjangan internet antara kedua negara. Keputusan itu akan memberi ByteDance waktu hingga satu tahun untuk menjual aplikasi tersebut (bertambah enam bulan dari usulan rancangan undang-undang sebelumnya).

Baca Juga

Jika ByteDance tidak dapat menemukan pembeli dalam jangka waktu tersebut, TikTok (yang memiliki 170 juta pengguna di AS) akan dilarang. Senat dapat memberikan suara pada RUU tersebut dalam beberapa hari mendatang. Presiden Joe Biden sebelumnya mengatakan bahwa dia akan menandatangani rancangan undang-undang tersebut menjadi undang-undang.

TikTok mengulangi pernyataan yang diberikannya ketika aturan tersebut diperkenalkan. “Sayangnya Dewan Perwakilan Rakyat menggunakan kedok bantuan asing dan kemanusiaan yang penting untuk sekali lagi menghalangi RUU pelarangan,” kata mereka dalam pernyataannya, Sabtu (20/4/2024).

TikTok mengatakan undang-undang tersebut sebenarnya merupakan larangan, karena akan sulit untuk mencapai kesepakatan. Di tengah drama yang terjadi di Washington, menurut catatan internal yang ditinjau oleh The Wall Street Journal, penasihat umum untuk TikTok dan ByteDance, Erich Andersen mengatakan, dia berencana untuk meninggalkan TikTok.

Garis waktunya masih belum pasti, namun Andersen akan membantu mencari penggantinya. Andersen menggambarkan pengunduran dirinya dengan cara baik. “Saat saya mulai merenungkan beberapa bulan lalu mengenai tekanan yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir dan tantangan generasi baru yang ada di depan, saya memutuskan bahwa ini adalah waktu yang tepat untuk menyerahkan tongkat estafet kepada pemimpin baru,” kata dia dalam catatannya, Ahad (21/4/2024).

Pemerintah China telah memberi isyarat bahwa mereka tidak akan mengizinkan penjualan paksa perusahaan tersebut. TikTok mengatakan pihaknya tidak pernah diminta untuk memberikan data pengguna AS kepada pemerintah Tiongkok, dan tidak akan memberikannya jika diminta.

Untuk diketahui, AS bukanlah negara pertama yang mencoba melarang TikTok, aplikasi milik China yang digunakan oleh jutaan orang Amerika setiap hari. Melansir WSJ, Rabu (24/4/2024), dipaparkan seperti apa larangan TikTok dan cara kerjanya dalam praktik.

Pengesahan undang-undang....

 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement