REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Josua Pardede memandang bahwa keputusan BI untuk menaikkan suku bunga acuan terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sehingga memitigasi risiko imported inflation dan mengurangi arus keluar modal dari pasar portofolio.
"Kami melihat keputusan BI untuk menaikkan suku bunga BI bulan ini lebih didorong oleh faktor eksternal, yang saat ini penuh dengan ketidakpastian, dibandingkan dengan kondisi domestik," kata Josua dalam jawaban tertulisnya di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Ekonom Bank Permata itu menambahkan, kondisi ekonomi global yang masih belum menentu membuat Bank Indonesia (BI) perlu melakukan langkah antisipatif di luar intervensi di pasar valuta asing (valas) untuk memperkuat kendali atas stabilitas rupiah. Kondisi global itu di antaranya penguatan ekonomi AS yang meningkatkan risiko skenario higher-for-longer di mana saat ini pasar menggeser ekspektasi pemangkasan suku bunga acuan The Fed dari yang sebelumnya Juni 2024 menjadi September 2024.
Selain itu, terdapat ketidakpastian yang masih berlangsung terkait kondisi geopolitik di Timur Tengah yang memicu risiko kenaikan harga minyak dunia. Josua memperkirakan, ke depannya arah kebijakan moneter BI terkait suku bunga kebijakan akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Timur Tengah.
Sebelumnya, imbuh dia, BI menyatakan bahwa keputusan untuk memangkas suku bunga BI tidak akan bergantung pada keputusan The Fed terkait suku bunga kebijakannya. Namun dalam pertemuan pada Rabu, Josua menilai tone pernyataan BI tampaknya telah berubah.