REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengejar pidana denda kasus penggelapan pajak perusahaan distributor minyak goreng (migor) PT Purbalaksana Jaya Mandiri. Pidana denda dijatuhkan terhadap korporasi PT Purbalaksana Jaya Mandiri dan pemilik perusahaan, Hellen Purbonegoro, dengan nilai total sekitar Rp 180 miliar.
Sebagaimana putusan pengadilan, terpidana dinilai melanggar ketentuan Pasal 39 Ayat 1 huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Yaitu dengan sengaja menyampaikan surat pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara,” kata Wakil Kepala Kejati DIY Amiek Mulandari di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta, Rabu (24/4/2024).
Amiek mengatakan, pidana denda terhadap korporasi PT Purbalaksana Jaya Mandiri diputuskan nilainya dua kali dari pajak terutang Rp 46.782.765.918. Dengan begitu, denda yang harus dibayarkan oleh korporasi yang berlokasi di Kabupaten Bantul tersebut mencapai Rp 93.565.531.836. Ditambah dengan pidana denda pemilik korporasi tersebut, kata dia, nilai totalnya mencapai sekitar Rp 180 miliar.
Sejauh ini, pidana denda yang sudah dieksekusi Kejati DIY dan disetorkan ke kas negara baru sekitar Rp 12.006.183.846, termasuk sejumlah valuta asing (valas). “Dari aset yang sudah disita, itu masih jauh untuk bisa memenuhi jumlah (pidana denda) itu. Makanya, tim pengendalian upaya hukum luar biasa dari Kejagung (Kejaksaan Agung) turut membantu rekan kita di sini (Kejati DIY) untuk bisa bagaimana itu bisa terpenuhi,” katanya.
Ketua Tim Pengendali Eksekusi dari Kejagung, Dicky Rahmat Rahardjo, mengatakan, eksekusi terhadap pidana denda tersebut baru tahap awal. Menurut dia, pihaknya akan membantu Kejati DIY untuk melakukan upaya eksekusi lebih lanjut.
“Terhadap barang rampasan yang dirampas oleh putusan Mahkamah Agung itu nilainya masih jauh dari nilai putusan. Putusan itu hampir Rp 180 miliar, sedangkan barang yang disita belum sampai Rp 180 miliar,” kata Dicky.
Dicky pun meminta kontribusi masyarakat untuk melaporkan jika mengetahui adanya aset dari terpidana. “Karena kami akan turun untuk menyelamatkan pendapatan negara, agar sesuai dengan besar isi putusan. Kami sangat berharap kontribusi masyarakat karena kita tahu pendapatan negara melalui pajak ini sangat dibutuhkan oleh negara dalam rangka untuk proses pembangunan di negara kita. Kami akan upayakan maksimal, optimal, untuk melakukan pemulihan pendapatan negara yang menjadi akibat perbuatan terpidana,” kata dia.