REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah persiapan dan pemantapan terus dilakukan panitia jelang perhelatan seni dan tari, Solo Menari 2024, pada 29 April 2024. Kreator Solo Menari 2024, Heru Mataya, mengungkapkan tema Animal Movement yang diangkat pada pagelaran kali ini mengandung muatan edukasi historis bagi publik.
"Kami ingin mengajak publik menziarahi situs Kebun Binatang Solo di masa lalu, yaitu Taman Sriwedari (1901-1972) dan Kebun Binatang Solo masa kini, yaitu Solo Safari,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (25/4/2024).
Even yang sudah menjadi agenda tahunan Kota Solo ini bakal di langsungkan di tiga situs ruang publik yakni di Taman Sriwedari, Solo Safari, dan Balai Kota. Sebanyak 15 sanggar tari di Kota Solo bakal dilibatkan untuk memeriahkannya.
Gelaran Solo Menari juga melibatkan sanggar dan komunitas tari dari beberapa kota di Indonesia, seperti Yogyakarta, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, dab Magelang. Adapula peserta yang berasal dari Karawang, Indramayu, Cirebon, Depok, Jakarta Selatan, dan Biruen (Aceh).
Heru menambahkan pada pembukaan Solo Menari 2024 akan ditampilkan tari kolosal ‘Animal Movement’ yang melibatkan sekitar 200 penari. Tari kolosal ini akan menghadirkan beberapa penari nasional seperti, Elly D Luthan, Sarwi, Iyeng, Agus Pras, Agus Bimo, Sri Widodo, Sitras Anjilin, dan Iwan Dadijono.
Penyanyi keroncong kenamaan, Waldjinah, juga akan berperan serta dalam acara pembukaan di Taman Sriwedari. "Di pengujung puncak acara akan tampil Endah Sri Murwani atau yang lebih dikenal Endah Laras, seorang penyanyi, aktris sekaligus penari kebanggaan Indonesia yang akan menampilkan karya musiknya untuk berkolaborasi dengan beberapa penari," ungkap Heru yang lantas menambahkan untuk tahun ini tidak ada penari international terlibat di Solo Menari 2024.
Solo Menari tahun ini juga akan diisi dengan ragam kegiatan mulai dari ekonomi kreatif, pameran craft, fashion show, dan kuliner. Sedikitnya ada 50 UMKM terakurasi yang bakal ikut berpartisipasi.
Sebagai sebuah pagelaran yang berusaha melestarikan seni budaya bangsa, penyelenggara berharap ajang Solo Menari ini menjadi program yang berkelanjutan. Namun, Heru mengakui masih ada kendala sulitnya mencari sponsorship untuk kegiatan tari, mengingat seni tari di Indonesia bukan seni yang bersifat pop.
Disisi lain, gempuran teknologi digital mempersulit membentuk masyarakat pendukung seni tari Indonesia. Terlebih di era Gen Z yang lebih mengedepankan tontonan yang bersifat live (langsung).
“Dunia tari sekarang tidak hanya membutuhkan penonton, melainkan viewer. Hal itu akan memudahkan terwujudnya masyarakat pendukung tari untuk kerja penyelenggaraan acara dan fundraising,” jelasnya.
Apalagi saat ini banyak gedung seni pertunjukan yang sudah jarang digunakan untuk pentas seni, dikarenakan ketidakmampuan membayar sewa gedung pertunjukkan. Kendala itu menjadi tantangan yang harus dihadapi dan disikapi.
"Dukungan dari pemerintah maupun perusahaan swasta BUMN melalui program CSR ataupun lembaga filantropi sebagai upaya pelestarian seni tari dan budaya sangat dibutuhkan. Jadi diperlukan tim kerja fundraising yang solid dan mau bekerja secara berkelanjutan,” ujar Heru.