REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ageisme atau prasangka berdasarkan usia bisa tersembunyi dalam berbagai hal. Termasuk, dalam pertanyaan yang umum dilontarkan rekan kerja di kantor. Beberapa pertanyaan seolah "menghakimi" seseorang hanya berdasarkan usianya.
"Ageisme adalah kekuatan yang tidak terlihat dalam masyarakat. Dan hal ini telah diajarkan kepada kita sejak kita masih muda," kata Direktur Virginia Center on Aging, Tracey Gendron, dikutip dari laman Huffington Post, Kamis (25/4/2024).
Penulis buku Ageism Unmasked: Exploring Age Bias and How to End It itu memberikan beberapa contoh. Dalam buku cerita anak, penjahat sering ditampilkan sebagai penyihir tua, sementara tokoh utama adalah putri muda yang cantik. Itu membuat bisnis antipenuaan berkembang pesat dan menghasilkan untung.
Gendron menjelaskan, begitu seseorang menginternalisasi ageisme, dia menjadi takut terhadap penuaan, lalu berusaha melepaskan diri dari itu. Orang itu pun hanya melihat penuaan sebagai sebuah proses kemunduran.
Sementara, pandangan seseorang tentang penuaan benar-benar berpengaruh pada harapan hidup. Dalam sebuah penelitian jangka panjang pada 2002 terhadap 600 orang berusia lebih dari 50 tahun, peserta yang memiliki keyakinan positif tentang penuaan cenderung hidup 7,5 tahun lebih lama dibandingkan yang tidak.
Lantas, apa saja pertanyaan umum di tempat kerja yang bisa jadi ageisme terselubung? Menurut Gendron, kedua pertanyaan bermuatan diskriminasi usia yang tersamar adalah "Kapan kau berencana untuk pensiun?" serta "Apakah kau anak magang?".
Pertanyaan pensiun tidak tepat ditanyakan, bahkan kepada rekan kerja yang memang berusia senja. Bisa jadi orang tersebut masih memiliki banyak tujuan karier, dan itu sangat mungkin diwujudkan. Tidak sedikit orang yang sukses di usia 60 atau 70 tahun.
Ada pula pertanyaan yang sering diajukan kepada kolega lanjut usia, tentang menghabiskan lebih banyak waktu dengan anak-cucu. Ini seolah berasumsi bahwa pekerja yang lebih tua tidak dapat menyeimbangkan antara kehidupan pribadi dan profesional.
Pertanyaan kedua terkait anak magang lazimnya ditanyakan kepada pekerja yang lebih muda. Ini pun merupakan wujud ageisme tersamar, di mana ada asumsi tentang kemampuan seseorang, seolah yang terlihat muda punya keterampilan lebih rendah.
Dalam artikel Harvard Business Review tahun 2023, dilakukan survei terhadap 913 pemimpin perempuan yang bekerja di bidang pendidikan tinggi, di organisasi nirlaba berbasis agama, serta di bidang hukum dan layanan kesehatan. Mereka ditanyai tentang berbagai jenis bias yang mungkin dialami sepanjang karier.
Perempuan muda di bawah 40 tahun melaporkan menerima komentar berdasarkan usia yang bersifat kekanak-kanakan dan mengabaikan keahlian mereka. Yang paling umum, mereka dikira pelajar, pekerja magang, peserta pelatihan, staf pendukung, sekretaris, paralegal, dan reporter pengadilan.
Gendron menyampaikan, itu semua menunjukkan gagasan keliru terkait usia. Nyatanya, kreativitas, antusiasme, dan energi, atau "ide-ide segar" karyawan tidak terkait dengan usia muda atau tua. Dia menjelaskan, itu termasuk ageisme relasional, yaitu penilaian terkait "muda" dan "tua".
Untuk terhindar dari melakukan ageisme, Gendron menyarankan semua orang memahami bahwa usia bukan faktor utama yang menentukan apa ucapan dan tindakan seseorang, termasuk kinerja dan prestasinya. "Sebenarnya, usia tidak memberi tahu kita banyak hal tentang seseorang," ucap Gendron.