Jumat 26 Apr 2024 20:20 WIB

Dari Segregasi Rasial Hingga Gaza, Kampus AS adalah Medan Perjuangan

Sejak 1950-an mahasiswa-mahasiswa AS sudah menggelar unjuk rasa di dalam kampus.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Mahasiswa Universitas George Washington berunjuk rasa di kampus selama protes pro-Palestina atas perang Israel-Hamas pada Kamis, (25/4/2024), di Washington.
Foto: AP Photo/Jose Luis Magana
Mahasiswa Universitas George Washington berunjuk rasa di kampus selama protes pro-Palestina atas perang Israel-Hamas pada Kamis, (25/4/2024), di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, Mahasiswa di seluruh Amerika Serikat (AS) memprotes perang Israel di Gaza. Meskipun mereka terancam diskors dan ditangkap.

Dengan Columbia University sebagai pusat gerakan, para mahasiswa dari berbagai institusi termasuk Harvard, Yale, Tufts, Northwestern, dan beberapa kampus dalam sistem Universitas Texas mendirikan tenda-tenda protes. Menuntut institusi mereka melepaskan diri dari perusahaan-perusahaan yang menurut mereka mendukung perang brutal di Gaza.

Baca Juga

Lebih dari 34 ribu warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dalam serangan Israel sejak dimulainya perang pada tanggal 7 Oktober. Ini bukan pertama kalinya mahasiswa AS menggelar protes di dalam kampus. Namun, pengunjuk rasa dan pengamat mengatakan tindakan keras pada aksi protes lebih keras saat ini.

"Salah satu hal yang sangat terlihat adalah dibandingkan dengan 1960-an, kita melihat lebih sedikit agresi dan taktik radikal di pihak mahasiswa," kata sejarawan aktivisme mahasiswa Amerika di departemen sejarah di Hostos Community College di New York Angus Johnston seperti dikutip Aljazirah, Jumat (26/4/2024).

"Kami hanya melihat sedikit sekali cedera fisik atau kerusakan properti. Tenda-tenda didirikan di luar dan tidak menduduki gedung-gedung. Dibandingkan dengan protes-protes di tahun 60-an, terutama di akhir tahun 60-an, protes-protes ini sebenarnya sangat, sangat ringan. Namun, dalam banyak kasus, mereka ditanggapi dengan sangat keras, baik pemerintah maupun administrasi," tambah Johnston.

Profesor studi Timur Tengah dan Islam di New York University (NYU) Helga Tawil-Souri mengatakan protes Gaza di NYU berlangsung damai. "Saya usdah berada di NYU selama hampir 20 tahun dan saya melihat sejumlah aksi protes yang terjadi. Saya rasa saya belum pernah melihat tindakan keras seperti ini," katanya di depan kantor polisi untuk menunggu beberapa mahasiswa dan dosen dibebaskan.  

Sejak tahun 1950-an mahasiswa-mahasiswa AS sudah menggelar unjuk rasa di dalam kampus. Banyak yang berhasil mereka capai. Pada tahun 1954 Mahkamah Agung AS memutuskan kebijakan segregasi yang diterapkan negara-negara bagian di sekolah tidak konstitusional. Segregasi rasial di ruang publik sudah diberlakukan mulai dari 1896 hingga putusan itu diambil.

Pada tanggal 1 Februari 1960, empat mahasiswa kulit hitam di North Carolina Agricultural and Technical College, yang dijuluki "Greensboro Four", memprakarsai aksi duduk damai di konter makan siang "khusus orang kulit putih." Aksi ini dimulai dari Woolworths di Greensboro. Para siswa menolak untuk pindah ketika mereka tidak dilayani.

Pada 5 Februari 1960, jumlah mahasiswa yang melakukan aksi duduk bertambah menjadi 300 orang. Gerakan ini dengan cepat menyebar ke kampus-kampus dan ruang publik di kota lain. Orang-orang kulit hitam dan putih turut bergabung dengan aksi ini.

Gerakan duduk berhasil dan fasilitas makan diintegrasikan kembali pada bulan Juli 1960. Protes-protes tersebut menandai keberhasilan awal gerakan hak-hak sipil. Protes-protes tersebut juga mendorong terbentuknya Komite Koordinasi Non-Kekerasan Mahasiswa, yang berawal dari kelompok antar-ras yang mengadvokasi protes damai pada 1960.

Dari 1968 sampai 1969 mahasiswa-mahasiswa AS juga menggelar protes Perang Vietnam di kampus mereka. Pada 30 April 1969 Rektor Columbia University, Grayson L Kirk meminta polusi membubarkan demonstran di dalam kampus.

Lebih dari 1.000 Pasukan Patroli Taktik Kepolisian New York masuk kampus dan menangkap hampir 700 orang atas dakwaan penerobosan. Di beberapa gedung polisi menggunakan kekerasan yang melukai 148 orang lain.

Pada akhirnya, unjuk rasa tersebut memaksa Columbia University untuk memutuskan hubungan dengan lembaga Pentagon yang melakukan penelitian untuk Perang Vietnam dan memenangkan amnesti untuk para demonstran yang ikut serta dalam protes tersebut.

Mereka juga berhasil menghentikan pembangunan pusat kebugaran di lahan publik di Taman Morningside di dekatnya, di mana warga kulit hitam Harlem hanya diberi akses sebagian. Presiden Columbia University dan gubernurnya, David B Truman mengundurkan diri sebagai akibat dari protes tersebut.

Pada 1985 mahasiswa AS juga menggelar protes terhadap apartheid di Afrika Selatan. Pada  1991 mereka menggelar protes menolak Perang Teluk. Mahasiswa AS juga menggelar aksi memprotes perang AS di Irak.

Pada 25 Mei 2020 seorang pria kulit hitam berusia 46 tahun George Floyd dibunuh seorang polisi kulit putih, Derek Chauvin, di negara bagian Minnesota. Kematian Floyd terekam dalam video yang menunjukkan Chauvin mencekik leher Floyd dengan lututnya selama sekitar delapan menit.

Pembunuhan Floyd memicu protes di seluruh AS terhadap rasisme sistemik dan kebrutalan polisi di bawah gerakan "Black Lives Matter" yang dimulai pada tahun 2013 ketika George Zimmerman dibebaskan dari tuduhan penembakan fatal terhadap seorang pemuda kulit hitam tak bersenjata, Trayvon Martin.

Beberapa dari protes ini dilakukan mahasiswa AS. Protes yang dipimpin mahasiswa di bawah Gerakan Black Lives Matter juga terjadi sebelum tahun 2018, seperti pembunuhan yang dilakukan polisi terhadap remaja kulit hitam Michael Brown yang berusia 18 tahun pada tahun 2014. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement