Senin 29 Apr 2024 16:56 WIB

Tak Tahu Prosedur Lapor Barang Hibah, Pihak SLB Minta Maaf ke Bea Cukai

Kini barang tersebut sudah diterima oleh sekolah bersangkutan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Ahmad Fikri Noor
Dirjen Bea Cukai Kemenkeu menjelaskan soal permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini, di Kantor DHL Express Service Point-JDC, Tangerang, Senin (29/1/2024).
Foto: Republiika/Iit Septyaningsih
Dirjen Bea Cukai Kemenkeu menjelaskan soal permasalahan yang terjadi akhir-akhir ini, di Kantor DHL Express Service Point-JDC, Tangerang, Senin (29/1/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG -- Kasus barang kiriman berupa alat pembelajaran untuk tuna netra pada Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ditahan oleh Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) sejak 2022, mulai menemukan titik terang. Kini barang tersebut sudah diterima oleh sekolah bersangkutan.

Plt Kepala SLB A Pembina Tingkat Nasional Dedeh Kurniasih pun meminta maaf kepada DJBC atas viralnya permasalahan barang kiriman itu. Ia menjelaskan, barang tersebut merupakan hibah untuk anak didiknya, berupa keyboard braile guna media pembelajaran di SLB.

Baca Juga

"Permohonan maaf dari kami atas ketidaktahuan dan kekurangan wawasan bagaimana prosedur barang hibah importir. Jadi menyebabkan miskomunikasi," ujarnya dalam konferensi pers bersama Bea Cukai Kemenkeu di Tangerang, Senin (29/4/2024).

Kehadiran pihak SLB A Pembina Tingkat Nasional juga sekaligus untuk menerima barang yang akhirnya dibebaskan DJBC dari pungutan ratusan juta. Pembebasan ini ditempuh usai adanya aduan di media sosial dan viral.

"Mudah-mudahan kegiatan ini dan dampak ini ke depan, kami dapat menjalin kerja sama yang baik. Itu karena tidak menutup kemungkinan kami ke depan akan mendapat bantuan-bantuan hibah dari yang peduli kepada peserta didik berkebutuhan khusus di Indonesia," tutur dia.

Perlu diketahui, barang hibah untuk SLB itu dikirim dari Korea Selatan, tetapi ditahan di Bea Cukai Soekarno-Hatta. Barang bernama taptilo itu tiba di Indonesia sejak 18 Desember 2022.

Tidak menerima barang tersebut, pihak sekolah justru diminta melengkapi sejumlah dokumen. Di media sosial diungkapkan, SLB juga ditagih ratusan juta guna menagih barang itu.

Sementara, DJBC menjelaskan, permasalahan terjadi karena kurang pahamnya importir dalam menyampaikan pemberitahuan pabean secara benar dan mengurus perizinan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk. Dipaparkan, kasus impor barang kiriman berupa alat pembelajaran untuk tuna netra pada sekolah luar biasa (SLB) berawal pada 2022. Barang impor tersebut awalnya ditetapkan sebagai barang kiriman dengan nilai di atas 1.500 dolar AS.

Pihak jasa kiriman maupun penerima barang belum menginformasikan kepada Bea Cukai kalau barang tersebut merupakan barang hibah. Maka proses penyelesaian barang tersebut terhambat karena perizinannya belum diselesaikan. 

DJBC pun telah mengupayakan pengeluaran barang tersebut dengan memberikan fasilitas pembebasan fiskal mengacu pada PMK 200/PMK.04/2019. DJBC, lanjutnya, juga telah menginformasikan terkait dokumen yang dibutuhkan pihak SLB guna pengeluaran barang itu.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement