REPUBLIKA.CO.ID, GAZA— Tim pertahanan sipil dan sukarelawan telah bekerja sama untuk mengeluarkan banyak jenazah warga Palestina dari bawah reruntuhan bangunan yang hancur di Jalur Gaza utara.
“Kami melanjutkan pekerjaan kami (di Gaza utara) setelah jeda 100 hari,” kata Kepala Badan Pertahanan Sipil Ahmed al-Kahlout kepada Anadolu, Senin.
Dia mengatakan jenazah yang ditemukan akan diperiksa, didokumentasikan, dan diidentifikasi sebelum dimakamkan di Gaza utara.
Kahlout mengatakan tim pertahanan sipil dan sukarelawan bekerja dengan peralatan terbatas. “Tentara Israel telah menghancurkan bor, buldoser, dan mesin-mesin," ujarnya.
Eid Sabah, Direktur Keperawatan di Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, mengatakan Kementerian Kesehatan memiliki cukup informasi mengenai jumlah korban yang tertimbun reruntuhan.
“Pekerjaan telah dimulai untuk mengeluarkan dan menguburkan para korban di makam yang telah ditentukan. Ada sekitar 10 ribu jenazah yang masih hilang di bawah reruntuhan di berbagai bagian wilayah tersebut,” kata dia.
Sementara itu, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan kekhawatirannya bahwa Israel mungkin berencana mengusir warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki ke Yordania setelah perang di Gaza berakhir.
"Israel telah menghancurkan setidaknya 75 persen wilayah Jalur Gaza dan menewaskan 34 ribu warga Gaza dalam 200 hari, sebagian besar dari mereka adalah perempuan dan anak-anak," kata Abbas dalam Forum Ekonomi Dunia di ibu kota Arab Saudi, Riyadh pada Ahad (29/4/2024).
"Saya khawatir setelah menghancurkan Gaza, Israel bergerak ke Tepi Barat dan mengusir penduduknya ke Yordania," lanjut dia.
Presiden Palestina itu menyeru kepada dunia "untuk mengakui Palestina sebagai anggota penuh Perserikatan Bangsa-bangsa."
Dia juga mendesak negara-negara Eropa untuk "mengakui Negara Palestina seperti mereka mengakui Israel."
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Ahad (28/4/2024) melalui telepon berdiskusi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai Rafah di Jalur Gaza selatan, menurut pernyataan Gedung Putih.
“Presiden menekankan perlunya kemajuan ini dipertahankan dan ditingkatkan melalui koordinasi penuh dengan organisasi kemanusiaan. Para pemimpin itu membahas Rafah dan Presiden menegaskan kembali posisinya yang jelas,” kata Gedung Putih, Kantor Presiden Amerika Serikat.
Meskipun banyak peringatan internasional mengenai rencana Israel menginvasi Rafah, militer Israel bersikeras tetap melancarkan serangan ke kota kecil itu, yang saat ini dihuni 1,4 juta warga Palestina yang mengungsi.
Amerika Serikat menekankan bahwa kekalahan Hamas memang penting, tetapi operasi apa pun di Rafah harus memperhatikan keamanan warga sipil dan kelancaran pengiriman bantuan kemanusiaan.
"Presiden dan Perdana Menteri juga membahas peningkatan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza termasuk melalui persiapan pembukaan penyeberangan utara baru mulai pekan ini,” menurut pernyataan Gedung Putih.
Biden juga menegaskan kembali “komitmen kuat” Amerika Serikat pada keamanan Israel, menyusul serangan rudal dan drone Iran awal bulan ini.
Mereka juga membahas pembicaraan yang sedang berlangsung untuk menjamin pembebasan sandera dan gencatan senjata segera di Gaza, kata Gedung Putih menambahkan.
Pada 19 April, 15 anggota Dewan Keamanan PBB bertemu di New York untuk melakukan pemungutan suara bagi rancangan resolusi yang diajukan Aljazair yang merekomendasikan penerimaan Negara Palestina menjadi anggota PBB.
Namun, resolusi tersebut diveto Amerika Serikat dengan 12 suara setuju dan dua suara abstain, termasuk Inggris dan Swiss.
Israel telah melancarkan perang brutal di Gaza sejak serangan lintas batas oleh kelompok perlawanan Palestina Hamas pada 7 Oktober yang menyebabkan kematian sekitar 1.200 orang.
Serangan Israel menewaskan hampir 34.400 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Lebih dari 77.400 orang juga terluka di tengah kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara pada Januari memerintahkan Tel Aviv untuk memastikan pasukannya tidak melakukan tindakan genosida, dan menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.