REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Reza Cordova menyoroti urgensi penanganan sampah puntung rokok karena dampaknya terhadap lingkungan, termasuk menyebabkan mikroplastik, yang membawa kandungan polutan dan dapat membahayakan manusia.
Dalam diskusi yang diadakan Lentera Anak di Jakarta, Selasa (30/4/2024), Reza menjelaskan, puntung rokok yang menggunakan filter yang berbahan selulosa asetat terurai menjadi mikroplastik fiber terbuang di lingkungan.
"Yang pertama terjadi adalah lapisan kertasnya yang melapisi selulosa asetat itu robek dulu, kemudian dari (bagian puntung) ujung depan yang terbakar sampai ujung yang belakang akan lepas duluan, terjadi proses fragmentasi. Semakin tinggi suhunya akan semakin mempercepat proses fragmentasi yang ada," jelas peneliti di Pusat Riset Oseanografi BRIN tersebut.
Filter rokok awalnya digunakan untuk menyaring kandungan nikotin dan senyawa kimia berbahaya, namun Reza menjelaskan bahwa setelah dibuang tanpa pengelolaan dan terpapar panas dalam jangka waktu yang lama maka fiber yang dibentuk selulosa asetat itu akan lepas satu per satu ke lingkungan.
Hasilnya dari penelitian memperlihatkan 200 partikel mikrofiber lepas per hari di dalam sebuah puntung rokok setelah terpapar di alam.
"Sayangnya sambil membawa polutan yang ada di dalam tembakau rokok itu sendiri. Tapi ketika sudah masuk ke laut, ke pantai, ternyata kompleks permasalahannya," ujar Reza yang memaparkan bahannya secara daring.
Ketika sudah dibuang, lanjutnya, terdapat potensi puntung rokok itu menyerap polutan yang ada di alam dan mikrofiber yang terlepas dari puntung rokok itu tidak hanya terdiri dari benang plastik tapi juga membawa polutan lain.
"Yang jadi masalah kalau itu sudah dilepaskan. Pertama, kalau ke udara bisa masuk ke dalam saluran pernapasan manusia atau biota yang hidup di darat. Yang kedua, plastik mikro fiber tersebut bisa bergerak terbawa dan tidak sengaja termakan ikan, plankton, kerang-kerangan yang ujung-ujungnya kita makan. Artinya apa? Racun-racun yang ada di sana sudah lebih kompleks, nanti ujung-ujungnya masuk ke dalam biota, termasuk manusia," kata Reza.
Melihat bahaya puntung rokok terhadap lingkungan tersebut, Ketua Yayasan Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan dengan tingkat konsumsi rokok yang cukup tinggi di Indonesia, maka dampak dari sampah puntungnya dapat menjadi signifikan jika tidak tertangani, salah satunya dengan mengurangi di tingkat hulu.
"Dengan menurunkan prevalensi perokok maka mengurangi konsumsi rokok, maka akan mengurangi sampahnya," kata Lisda.
Sementara di tingkat hilir, dia menyerukan agar produsen rokok dapat bertanggung jawab dalam penanganan lebih lanjut menangani sampah puntung rokok.