REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa waktu lalu, unggahan foto Instagram putri Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan, Zita Anjani, yang memperlihatkan gelas Starbucks dengan latar Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, viral di media sosial. Setelah menuai kritik, Zita membuat pernyataan yang menyerukan agar tidak setengah-setengah dalam memboikot produk yang terafiliasi Israel.
"Sadar gak sih kalo masih banyak barang-barang di sekitar kita itu dari brand-brand yang masih support Israel? Bahkan barang-barang yang sering banget kita pake seperti handphone, sabun, pakaian, atau sosmed yang kalian sering gunakan setiap hari itu sebenernya support pihak mana? Jadi jangan nanggung kalo mau support Palestina 🇵🇸," kata Zita dalam salah satu unggahannya di Instagram.
View this post on Instagram
Di tengah kencangnya kritik terhadap Zita yang menjabat sebagai wakil ketua DPRD DKI Jakarta dari Partai Amanat Nasional itu, buzzer media sosial Permadi Arya alias Abu Janda membela Zita. Dalam unggahan di Instagram @permadiaktivis2, ia mempertanyakan pendukung Palestina yang tidak memboikot media sosial terafiliasi Israel.
Mengapa media sosial tidak perlu ditinggalkan dalam upaya mendukung Palestina? Aktivis pro Palestina, Shabrina Salim, menegaskan, boikot merupakan isu sekunder bagi umat yang tidak bisa ikut perang.
"Menurut saya, boikot itu isu sekunder. Isu yang melekat dengan isu pembebasan Masjidil Aqsha secara umum," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (30/4/2024).
Apalagi, sebagian besar orang juga berpendapat bahwa semua produk pasti banyak yang sudah terafiliasi dengan Israel, dan akan sulit memboikot secara keseluruhan. Sebut saja Apple, Google, Meta, yang menyuarakan dukungan untuk Israel, namun umat Islam tidak bisa serta-merta memboikotnya.
"Penggunaan boikot ini bukan sebagai senjata utama. Ini kita lakukan karena kelemahan kita ada di negeri yang jauh, belum bisa turun secara militer dan lemahnya bantuan dana dari bangsa kita," ucap Shabrina.
View this post on Instagram
Menurut Shabrina, memang tidak bisa dipungkiri bahwa boikot yang dilakukan harus dipilah-pilih. Sebab, jika ada produk yang memang bisa diboikot secara penuh, maka lakukanlah.
"Yang nggak bisa, kayak ekosistem Meta, Google, sampai aneka senjata, pakai untuk memperkuat dan bertempur," ujar Shabrina.
Lebih lanjut, Shabrina menyebut, Rasulallah SAW dahulu juga berhadapan dengan kaum Yahudi. Akan tetapi, senjata, kurma, air, dan pakaian yang suplainya terbatas tetap terpaksa dibeli dari pedagang Yahudi. Mengingat isu utamanya adalah kemenangan Islam, itu tetap dijalankan oleh Rasulallah SAW.
Sementara itu, Gerakan BDS Indonesia kembali mengingatkan produk target boikot. Hal itu disampaikan lewat akun X (sebelumnya bernama Twitter) @GerakanBDS_ID, yang mengutip status Instagram Zita.
"Tidak bosan-bosannya kami mengingatkan: ada lho aksi boikot yang targetnya jelas, efektif menghajar kejahatan Israel, dan ga ngerepotin. Menurut kalian, kenapa sampe sekarang masih ada orang mikir: "Kalo ga bisa boikot semuanya, ga usah boikot sekalian"?" demikian bunyi status dari akun itu.
Dalam unggahan yang di pinned di X, Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) Indonesia juga mencantumkan merek-merek yang menjadi target boikot utama. Kata kuncinya, selektif dan efektif.
Gerakan BDS Indonesia menjelaskan merek yang super jahat adalah HP dan AXA. Lalu, McDonald's, Pizza Hut, Dominos, dan Burger King sebagai merek yang perlu ditinggalkan, sementara Starbucks dan Puma dilabeli 'tidak usah dibeli dulu deh'.