REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Psikologi anak Universitas Airlangga (Unair) Prof Nurul Hartini mengungkapkan, salah satu penyebab generasi Z memiliki tingkat kebahagiaan yang rendah adalah penggunaan media sosial yang kurang tepat. Padahal, keberadaan media sosial juga memudahkan kehidupan anak-anak yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012 itu.
"Sebetulnya, hadirnya media sosial ini memiliki dua mata sisi, yakni dapat berdampak positif jika dapat menggunakannya dengan bijak dan dapat berdampak negatif jika keliru dalam penggunaannya," kata Nurul, Kamis (2/5/2024).
Nurul mengatakan, remaja yang rentan terpengaruh oleh konten media sosial akan cenderung sensitif, misalnya ketika mendapat ejekan dari kawan sebayanya melalui media sosial. Hal itu akan menimbulkan trigger (pemicu) dalam dirinya.
Faktor lainnya yang memengaruhi kesehatan mental gen Z ialah mereka cenderung memiliki lebih dari satu akun di media sosial. Sebagian dari mereka melakukannya karena tidak ingin menampakkan jati diri aslinya di media sosial.
Nurul menilai, fenomena tersebut menunjukan kepribadian yang kurang sehat. Ibaratnya, dalam bermain media sosial, gen Z yang kini berusia 12 hingga 27 tahun itu harus memakai banyak topeng layaknya bermain peran. Jika berlangsung cukup lama, fenomena itu akan memengaruhi kesehatan mental gen Z.
"Tentunya mereka akan mengalami kelelahan karena fenomena tersebut. Dari sini kita dapat lihat pendidikan dalam keluarga menjadi faktor protektif untuk para gen-Z terhadap pengaruh media sosial yang negatif," ujarnya.