REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski dianggap lebih sehat daripada rokok konvensional, beragam studi menunjukkan bahwa vape bisa membawa dampak buruk bagi kesehatan. Ironisnya, penggunaan vape kini cukup populer di kalangan generasi muda, termasuk remaja.
Mengacu pada sebuah studi terbaru, salah satu dampak buruk dari kebiasaan mengisap vape adalah paparan logam beracun. Pada remaja, paparan logam beracun ini bisa membahayakan otak serta organ-organ vital lain di dalam tubuh mereka.
Risiko ini tampak semakin tinggi pada varian vape yang memiliki rasa manis, yaitu varian yang populer di antara anak muda. Temuan ini mengindikasikan pentingnya regulasi yang lebih ketat terhadap peredaran dan promosi vape terhadap remaja.
Studi terbaru ini dilakukan di Amerika Serikat dengan melibatkan 200 remaja berusia 13 tahun hingga 17 tahun. Para remaja yang terlibat dalam studi ini dibagi ke dalam tiga kelompok, berdasarkan frekuensi pemakaian vape.
Remaja dengan rerata puff 27 per hari masuk ke dalam kategori pengguna vape yang sering (frequent vaper) dan remaja dengan rerata puff 7,9 per hari masuk ke dalam kategori pengguna vape berselang (intermittent vaper). Sedangkan remaja dengan rerata puff 0,9 masuk ke dalam kategori pengguna vape yang jarang (occasional vaper).
Selama studi berlangsung, tim peneliti melakukan analisis terhadap biomarker yang ada pada urine partisipan. Analisis dilakukan untuk menelusuri keberadaan timah logam, uranium, serta kadmium.
Hasil analisis menunjukkan bahwa remaja dalam kelompok frequent vaper dan intermittent vaper memiliki kadar logam yang lebih tinggi di urine mereka, dibandingkan remaja dalam kelompok occasional vaper. Remaja frequent vaper juga memiliki kadar uranium yang lebih tinggi dibandingkan remaja dalam dua kelompok lainnya.