Kamis 02 May 2024 16:30 WIB

Kejagung Usut Korupsi Tambang, Ketua PBNU: Kekayaan Alam Untuk Kemakmuran Rakyat

PBNU mendukung kejaksaan Agung mengusut korupsi di sektor pertambangan.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Kejagung tetapkan pengusaha Helena Lim sebagai tersangka ke-15 dalam penyidikan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk,   Selasa (26/3/2024).
Foto: Republiika/Bambang Noroyono
Kejagung tetapkan pengusaha Helena Lim sebagai tersangka ke-15 dalam penyidikan kasus korupsi penambangan timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk, Selasa (26/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut korupsi di sektor tambang. Menanggapi hal tersebut, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Fahrur Rozi yang akrab disapa Gus Fahrur berpesan, kekayaan alam Indonesia untuk kemakmuran rakyat.

Gus Fahrur mengatakan, mendukung penegakan hukum secara adil dan tanpa tebang pilih, jika memang benar-benar terjadi kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang. 

Baca Juga

"Kekayaan alam Indonesia harus dipilih dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat Indonesia, tidak boleh dijadikan tempat memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu," kata Gus Fahrur kepada Republika, Kamis (2/5/2024).

Gus Fahrur mengatakan, intinya adalah penegakan hukum secara adil dan konsekuen. Juga melakukan pengawasan ketat dan memberikan sanksi tegas agar mereka tidak main-main dengan aturan.

Apakah langkah Kejagung mengusut korupsi di sektor tambang akan membuat investor tambang khawatir. Menurut Gus Fahrur, bagi investor tambang yang benar tentu langkah Kejagung tidak menjadi masalah bagi mereka. Investor akan tetap mendapatkan hak dan perlakuan yang baik.

"Mengenai untuk elemen kerusakan lingkungan, saya kira dapat menjadi pertimbangan hakim secara proporsional, yang penting ada efek jera bagi mafia pertambangan agar tidak terus membuat kerusakan lingkungan," ujar Gus Fahrur yang juga Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI). 

Gus Fahrur menegaskan, proses penambangan yang benar harus ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan reboisasi lahan kembali.

"Merusak alam adalah dosa besar dan membahayakan generasi yang akan datang," kata Gus Fahrur.

Gus Fahrur menyampaikan, Allah SWT melarang umat manusia berbuat kerusakan di muka bumi. Dalil larangan ini termaktub dalam Alquran Surah Al A'raf Ayat 56. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

وَلَا تُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ بَعْدَ اِصْلَاحِهَا وَادْعُوْهُ خَوْفًا وَّطَمَعًاۗ اِنَّ رَحْمَتَ اللّٰهِ قَرِيْبٌ مِّنَ الْمُحْسِنِيْنَ 

Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah diatur dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang-orang yang berbuat baik. (QS Al-A‘raf Ayat 56)

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS An-Nisa Ayat 58)

Gus Fahrur menegaskan, Allah SWT juga berpesan agar manusia menegakkan hukum dengan adil, jangan ada tebang pilih. Sebagaimana diterangkan dalam Surat  An-Nisa Ayat 58.

Di tempat lain, Pengurus Besar Al Washliyah meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) konsisten dan tegas memberantas korupsi di sektor tambang. Al Washliyah menegaskan bahwa saatnya Kejagung dan KPK menjawab kekecewaan rakyat yang hanya bisa mengelus dada melihat banyaknya kasus korupsi.

Ketua Umum Pengurus Besar Al Washliyah, KH Masyhuril Khamis mengatakan, masyarakat saat ini sudah apatis apalagi menyangkut korupsi. Sebab korupsi hampir sudah dianggap biasa dan akhirnya rakyat cuek atau tidak peduli.

"Rakyat hanya mampu mengelus dada (jika melihat korupsi), oleh karena itu lembaga anti mafia, anti risywah (anti suap), anti sogok menyogok, anti korupsi, seperti Kejaksaan Agung dan KPK, saatnya menjawab kekecewaan rakyat itu," kata Kiai Masyhuril kepada Republika, Kamis (2/5/2024).

Kiai Masyhuril berharap agar Kejagung konsisten dan punya komitmen yang kuat untuk penindakan terhadap kejahatan korupsi. Meskipun dalam prosesnya, Kejagung mungkin harus menghadapi tembok yang kokoh.

Kiai Masyhuril menegaskan, efek jera harus ditegakkan, tidak hanya dipenjara, tapi juga harus diusut dari hulu ke hilir. Apa proses sebab terjadinya korupsi, melibatkan siapa saja. Maka semua yang terlibat harus sama merasakan hukuman itu. Misalnya melakukan pemiskinan dengan cara menyita aset korupsi untuk kepentingan rakyat.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement