Kamis 02 May 2024 19:34 WIB

Starbucks Makin Terpuruk, Siapkan Strategi Ini untuk Gaet Konsumen Lagi

Saham Starbucks pun turun lebih dari 12 persen pada Rabu (1/5/2024).

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Lida Puspaningtyas
Sejumlah kendaraan terparkir di Starbucks Jalan Raya Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sejumlah kendaraan terparkir di Starbucks Jalan Raya Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (15/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Kinerja waralaba minuman Starbucks mengalami penurunan selama kuartal I 2024. Laba perusahaan kedai kopi terbesar di dunia tersebut mencapai 772,4 juta dolar AS atau sekitar Rp 12,5 triliun atau turun 15 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu (yoy). Saham Starbucks pun turun lebih dari 12 persen pada Rabu (1/5/2024).

Menghadapi kondisi yang terus memburuk, Starbucks langsung menyusun rencana perubahan yang melibatkan layanan yang lebih cepat dan memperluas jumlah promosi.

Baca Juga

“Biar saya perjelas dari awal, kinerja kami pada kuartal ini mengecewakan,” kata CEO Laxman Narasimhan saat mengomentari perihal laporan keuangan Starbucks, dikutip Kamis (2/5/2024).

Di Amerika, penjualan turun lebih dari 3 persen, berbanding terbalik dengan pencapaian di tahun lalu yang tumbuh 12 persen. Hal serupa pun terjadi di China, penjualan turun drastis sebesar 11 persen  dan perusahaan menyalahkan persaingan dari “pemain nilai” di negara tersebut.

Secara total, pendapatan global turun hampir 2 persen menjadi 8,56 miliar dolar AS, berada di bawah ekspektasi para analis. Starbucks kini memperkirakan pendapatannya akan tumbuh hanya satu digit, penurunan tajam dari perkiraan sebelumnya sebesar 7 persen hingga 10 persen.

“Kami menghadapi kondisi yang sangat terpuruk, hambatan yang dibahas pada kuartal lalu terus berlanjut di sejumlah pasar utama, kami terus merasakan dampak dari konsumen yang lebih berhati-hati, terutama konsumen kami yang lebih jarang (karena boikot) dan prospek ekonomi yang memburuk telah membebani daya beli konsumen dan dampaknya terasa secara luas di seluruh industri," terangnya.

Aksi boikot yang terjadi di Timur Tengah pun memberikan kesulitan bagi franchisee Starbucks di Timur Tengah. Alshaya Group pemilik franchise Starbucks  baru-baru ini memecat ribuan pekerja di kedai kopinya karena kerugian lantaran adanya aksi boikot dan bentuk protes adanya serangan Israel di Gaza. 

Adapun, sejumlah perubahan yang akan dilakukan oleh Starbucks adalah dengan menarik dan mendorong pelanggan bertransaksi menggunakan aplikasi Starbucks dengan berbagai promo baru dan akan segera memperbaiki fitur yang tersedia sekarang.

Narasimhan mengatakan meskipun pesanan secara daring melalui ponsel cukup kuat, namun seringkali pelanggan yang menggunakan fitur ini hanya  “memasukkan barang ke keranjang mereka dan terkadang memilih untuk tidak menyelesaikan pesanan mereka, dengan alasan waktu tunggu yang lama untuk produk dan ketersediaan.”

Terakhir, Starbucks melihat peluang dalam semalam. Sebuah program percontohan untuk melayani pelanggan dari jam 5 sore hingga jam 5 pagi, ketika kafe-kafe biasanya tutup, berhasil melipatgandakan bisnisnya dan membayangkan bisnis senilai 2 miliar  dolar AS selama lima tahun ke depan.

“Seperti yang Anda lihat, ada permintaan yang signifikan di pagi hari dan potensi lebih besar lagi di sore hari, malam hari, dan akhir pekan yang belum kami sadari. Kami juga akan mempercepat mesin eksekusi kami untuk memenuhi hal tersebut," kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement