REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan di seluruh dunia, para pekerja media mempertaruhkan nyawa mereka untuk memberi berita tentang segala hal mulai dari perang hingga demokrasi.
Hal ini ia sampaikan dalam pernyataan di Hari Kebebasan Pers Sedunia. "Saya terkejut dengan tingginya jumlah jurnalis yang tewas dalam operasi militer Israel di Gaza," kata Guterres dalam pernyataannya, Kamis (2/5/2024).
PBB mengakui, kerja berharga para jurnalis dan profesional media dalam memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi dan keterlibatan. "Tanpa fakta, kita tidak bisa melawan misinformasi dan disinformasi. Tanpa akuntabilitas, kita tidak akan memiliki kebijakan yang kuat," kata Guterres.
"Tanpa kebebasan pers, kita tidak akan mempunyai kebebasan apa pun. Pers yang bebas bukanlah sebuah pilihan, namun sebuah keharusan," tambahnya. Guterres mengatakan Hari Kebebasan Pers Sedunia sangatlah penting.
Oleh karena itu, ia menyerukan pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk bergabung bersama PBB dalam menegaskan kembali komitmen untuk menjaga kebebasan pers dan hak-hak jurnalis dan profesional media di seluruh dunia.
Menurut Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) sudah 97 jurnalis dan pekerja media dipastikan tewas dalam perang Israel di Gaza. Sebanyak 92 warga Palestina, dua warga Israel, dan tiga warga Lebanon. Sementara 16 jurnalis dilaporkan terluka, empat wartawan dilaporkan hilang, 25 jurnalis dilaporkan ditangkap.
CPJ mengatakan para wartawan juga mengalami berbagai serangan, ancaman, serangan siber, penyensoran, dan pembunuhan terhadap anggota keluarganya. CPJ kini sedang menyelidiki sejumlah laporan yang belum dikonfirmasi mengenai wartawan lain yang terbunuh, hilang, ditahan, disakiti, atau diancam, serta kerusakan pada kantor media dan rumah wartawan.
"Sejak perang Israel-Gaza dimulai, para jurnalis membayar harga tertinggi - nyawa mereka - untuk membela hak kami atas kebenaran. Setiap kali seorang jurnalis meninggal atau terluka, kita kehilangan sebagian dari kebenaran itu," kata Direktur Program CPJ Carlos Martínez de la Serna di New York.
"Jurnalis adalah warga sipil yang dilindungi oleh hukum humaniter internasional pada masa konflik. Mereka yang bertanggung jawab atas kematian mereka menghadapi dua pengadilan: satu di bawah hukum internasional dan satu lagi di hadapan tatapan tak kenal ampun dari sejarah."