Jumat 03 May 2024 14:34 WIB

KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Bupati Sidoarjo

KPK enggan menerima surat konfirmasi ketidakhadiran Bupati Sidoarjo.

Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. KPK enggan menerima surat konfirmasi ketidakhadiran Bupati Sidoarjo.
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor. KPK enggan menerima surat konfirmasi ketidakhadiran Bupati Sidoarjo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan menerima surat konfirmasi ketidakhadiran Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dalam pemeriksaan yang dijadwalkan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (3/5/2024).

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya pada hari ini menerima surat konfirmasi dari Kuasa Hukum Muhdlor bahwa Bupati Sidoarjo itu tidak bisa memenuhi panggilan pemeriksaan tanpa disertai alasan ketidakhadirannya.

Baca Juga

"Penyidik KPK tentu tidak bisa menerima konfirmasi ketidakhadiran yang tidak disertai dengan alasan tersebut," ujar Ali saat dikonfirmasi.

Menurutnya, pemeriksaan oleh Penyidik KPK seharusnya bisa menjadi kesempatan bagi Muhdlor untuk menjelaskan informasi dan keterangan yang diketahuinya, bukan justru melakukan penghindaran.

Di sisi lain, kata dia, penting dipahami bahwa praperadilan yang diajukan oleh Muhdlor sama sekali tidak menunda atau menghentikan semua proses penyidikan.

Untuk itu, Ali menegaskan apabila Bupati Sidoarjo tersebut memang menghormati proses hukum, seharusnya Muhdlor hadir sesuai panggilan Tim Penyidik.

Dalam pendampingan, ia menuturkan kuasa hukum seharusnya juga berperan untuk mendukung kelancaran proses hukum, bukan justru memberikan saran yang bertentangan dengan norma-norma hukum.

"Kepada pihak-pihak yang diduga melakukan perintangan ataupun penghalangan proses penyidikan, KPK tak segan menerapkan Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999," ujarnya menegaskan.

Adapun dalam Pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyatakan setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, akan dipidana.

Pidana dimaksud, yakni dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.

Penyidik KPK seharusnya memeriksa Muhdlor dalam statusnya sebagai tersangka terkait pengembangan perkara dugaan tindak pidana korupsi pemotongan uang insentif aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Daerah Sidoarjo. Perkara itu bermula dari kegiatan tangkap tangan komisi antirasuah pada Januari 2024.

Adapun Penyidik KPK telah menyampaikan surat panggilan keduanya kepada Muhdlor sejak Jumat (26/4). Sebelumnya, KPK telah menjadwalkan pemeriksaan perdana Muhdlor pada Jumat (19/4), namun yang bersangkutan batal hadir karena menjalani rawat inap di RSUD Sidoarjo.

KPK pada Selasa (16/4) mengumumkan telah menetapkan Bupati Sidoarjo itu sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemotongan insentif pegawai pada Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo.

Penetapan tersangka tersebut dilakukan berdasarkan analisa dari keterangan para pihak yang diperiksa sebagai saksi, termasuk keterangan para tersangka dan alat bukti lainnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement