Ahad 05 May 2024 07:37 WIB

Bolehkah Mendesak Allah Kabulkan Doa Kita?

Seorang hamba harus percaya dengan kekuasaan Allah.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
Amal baik karena Allah SWT (ilustrasi)
Foto: republika
Amal baik karena Allah SWT (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH --Senjata umat Islam adalah doa, keseharian Muslim tidak lepas dari doa dalam sholat lima waktu maupun doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT setelah sholat sesuai keperluan dan kebutuhan.

Meski umat Islam diperintahkan untuk berdoa kepada Allah, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari mengingatkan agar jangan memaksa doa kita dikabulkan oleh Allah SWT.

Baca Juga

Dalam kitab Al-Hikam, Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari menjelaskan bahwa tanda dari kebodohan seseorang jika menginginkan sesuatu terjadi pada waktu Allah tidak menginginkan sesuatu itu terjadi.

"Termasuk suatu bentuk kebodohan jika seseorang menginginkan sesuatu terjadi pada waktu yang tidak diinginkan oleh Allah SWT." (Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari, Al-Hikam)

Merupakan bentuk kebodohan yang nyata, jika kamu menginginkan sesuatu terjadi bukan pada waktu yang diinginkan oleh Allah SWT. Kamu hanyalah

hamba-Nya yang hina dan fakir, serta tidak memiliki hak intervensi dalam setiap ketentuan-Nya.

Jika Allah SWT menginginkan sesuatu tidak terjadi pada waktu yang kamu inginkan, maka ketahuilah bahwa di balik itu ada kebaikan yang belum bisa kamu cerna de­ngan kemampuan akal kamu yang terbatas.

Allah SWT tidak mungkin menginginkan keburukan bagi hamba-Nya. Segala ketentuan dan takdir-Nya adalah kebaikan dan maslahat. Walaupun kamu melihatnya keburukan, seperti bencana, banjir, longsor, dan sejenisnya, maka ada kebaikan besar di balik semua itu yang tidak bisa dibandingkan dengan keburukan yang menimpa.

Begitu juga halnya dengan doa kamu. Terkadang, kamu tergesa-gesa mengharapkan doa itu agar cepat terkabul, padahal di mata-Nya lebih baik diundur atau digantikan dengan yang lebih baik.

Oleh karena itu, tunduklah pada ketentuan dan keputusan-Nya, karena Dia tidak akan pernah mencelakakan hamba-Nya dan membebani mereka di luar kemampuan mereka. Hal ini dijelaskan Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam dengan penjelasan tambahan oleh Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017.

Sementara, terjemah kitab Al-Hikam oleh Ustaz Bahreisy menambah penjelasan perkataan Syekh Athaillah. Menurutnya, hanya orang bodoh yang bersikeras mewujudkan sesuatu yang tidak dikehendaki Allah SWT. Padahal ada keterangan, tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak Allah SWT.

Maka sebaiknya seorang hamba Allah menyerah dengan rela hati kepada hukum ketentuan Allah SWT setiap waktu. Sebab seorang hamba harus percaya kepada rahmat dan kebijaksanaan kekuasaan Allah SWT.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement