REPUBLIKA.CO.ID, TBILISI -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan perlu memobilisasi triliunan dolar AS untuk memerangi perubahan iklim dan mendorong pembangunan yang berketahanan.
"Kita harus memobilisasi dan mengarahkan triliunan dolar AS untuk memerangi perubahan iklim dan mendorong pembangunan yang berketahanan," kata Sri Mulyani dalam Business Session Dewan Gubernur Asian Development Bank (ADB) di Tbilisi, Georgia, Ahad (5/5/2024).
Business session tersebut merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Pertemuan Tahunan Ke-57 ADB yang diselenggarakan pada 2-5 Mei 2024. Pada kesempatan itu, Menkeu menyampaikan apresiasi kepada ADB atas dukungan berkelanjutannya kepada Indonesia melalui kemitraan di berbagai bidang pembangunan.
Menurut dia, ADB terus berupaya mengatasi masalah perubahan iklim, kesehatan, kesetaraan gender, pendidikan, dan ketahanan pangan.
Lebih lanjut ia menuturkan kawasan ASEAN masih menjadi bright spot bagi perekonomian dunia, terutama didorong oleh permintaan domestik, serta inflasi yang moderat. Posisi fiskal juga relatif hati-hati, terutama bagi Indonesia yang sedang menjalani konsolidasi fiskal pasca ekspansi di masa pandemi.
Namun terlepas dari itu, ASEAN dan dunia tidak hanya menghadapi tantangan ekonomi, namun juga tantangan perubahan iklim. Untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut, diperlukan investasi keuangan yang besar dan operasi yang efektif.
"Perubahan iklim adalah tanggung jawab kita bersama. Itu sebabnya ADB harus bekerja sama dengan pemerintah, sektor swasta, filantropis, dan sumber keuangan lainnya untuk menciptakan blended finance yang paling efektif," katanya.
Menkeu juga mendukung reformasi ADB agar menjadi bank pembangunan multilateral yang lebih besar, lebih baik, dan lebih efektif. Lebih besar berarti memiliki kemampuan finansial yang lebih banyak melalui optimalisasi yang seimbang.
ADB telah meningkatkan komitmennya untuk menyediakan pembiayaan iklim senilai 100 miliar dolar AS bagi negara-negara berkembang anggotanya untuk periode 2019-2030. Pembiayaan iklim tersebut diharapkan dapat bertemu dengan proyek-proyek iklim yang berkualitas dan efektif.
"Persoalannya kini lebih pada persiapan proyek yang berkualitas dan efektif," kata Menkeu.