Ahad 05 May 2024 17:59 WIB

Tomat dan Bawang Merah Penyumbang Inflasi di NTT, Kok Bisa?

Hal ini diungkapkan oleh BI.

Buah tomat (ilustrasi)
Foto: Boldsky
Buah tomat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah Nusa Tenggara Timur menyatakan bahwa tomat dan bawang merah menjadi komoditas utama penyumbang inflasi di Provinsi NTT.

“Kenaikan harga tomat sejalan dengan pola historisnya di tengah belum dimulainya musim panen tomat.” kata Kepala Perwakilan BI wilayah Nusa Tenggara Timur Agus Sistyo Widjajati dalam keterangan yang diterima di Kupang, Ahad (5/5/2024).

Baca Juga

Berdasarkan pengakuan dari beberapa pedagang tomat di pasaran, harga tomat per kilogram bisa mencapai Rp15 sampai Rp20 ribu per kilogram.

Selain tomat, inflasi komoditas hortikultura juga terjadi pada bawang merah, sejalan dengan kenaikan harga yang terjadi secara nasional.

Kenaikan harga secara nasional didorong oleh kendala produksi akibat gangguan cuaca pada beberapa daerah sentra di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Komoditas Tomat dan bawang merah menjadi pendorong inflasi setelah konsisten menjadi penyumbang inflasi selama tiga bulan berturut-turut di tahun 2024, beras tercatat menjadi komoditas utama penyumbang deflasi di bulan April.

Namun menurut Agus inflasi provinsi berbasis kepulauan itu pada momen Idul Fitri 1445 Hijriah 2024 pada April lalu tetap terjaga. Sebab secara umum inflasi NTT sebesar 0,31 persen month to month atau 2,35 persen year on year (yoy).

“Level inflasi ini terkendali dalam rentang sasaran 2,5 plus minus 1 persen 1 persen. Inflasi didorong oleh peningkatan harga sejumlah komoditas seperti tomat, angkutan udara, emas perhiasan, bawang merah, dan jeruk nipis,” kata Agus.

Secara spasial Agus menjelaskan bahwa inflasi tertinggi terjadi di Kota Maumere Kabupaten Sikka yang mencapai 1,10 persen mtm, sedangkan deflasi hanya terjadi di Kabupaten Timor Tengah Selatan sebesar minus 0,27 persen mtm.

Berdasarkan angka sementara BPS, produksi beras nasional tercatat meningkat sebesar 45,62 persen (yoy), sementara produksi beras NTT tercatat terkontraksi sebesar 34,70 persen (yoy) pada bulan April 2024.

Kondisi ini terjadi seiring dengan pergeseran musim tanam akibat pengaruh El Nino yang berpotensi menurunkan produksi beras NTT sebesar 30,85 persen (yoy) pada triwulan II 2024.

Dia menambahkan bahwa sinergi dan kolaborasi Pemerintah Daerah dan Bank Indonesia akan senantiasa ditingkatkan dalam menjaga inflasi di Provinsi NTT melalui berbagai strategi untuk mendorong ketahanan pangan.

Strategi jangka pendek dilakukan melalui penguatan ketersediaan pasokan, sementara peningkatan produktivitas merupakan strategi jangka panjang.

Sejalan dengan strategi tersebut, program pengendalian inflasi untuk mendorong ketahanan pangan dilakukan melalui dukungan operasi pasar murah, monitoring harga dan pasokan bahan makanan, kerja sama antar daerah (KAD), program piloting dan pendampingan dengan pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian, peternakan, dan perikanan.

Selain itu juga penguatan peran offtaker dan peningkatan nilai komoditas melalui hilirisasi serta mendorong peran mahasiswa sebagai agen perubahan untuk memberikan edukasi penerapan teknologi dan manajemen keuangan usaha pertanian.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement