Senin 06 May 2024 10:28 WIB

Perundingan Gencatan Senjata Gaza Memasuki Tahapan Krusial

Israel bersikeras kesepakatan gencatan senjata hanya menghentikan sementara serangan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Setyanavidita livicansera
Seorang pengunjuk rasa memegang poster saat demonstrasi mendukung warga Palestina yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, dekat Teater Dolby tempat upacara Oscar Academy Awards ke-96 diadakan di kawasan Hollywood Los Angeles, Ahad (10/3/2024).
Foto: AP
Seorang pengunjuk rasa memegang poster saat demonstrasi mendukung warga Palestina yang menyerukan gencatan senjata di Gaza, dekat Teater Dolby tempat upacara Oscar Academy Awards ke-96 diadakan di kawasan Hollywood Los Angeles, Ahad (10/3/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO  -- Negosiasi gencatan senjata Gaza memasuki tahapan krusial ketika Hamas menegaskan kembali Israel harus menarik pasukannya dari wilayah Palestina sebagai imbalan pembebasan sandera yang diculik dalam serangan mendadak pada 7 Oktober 2023. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak memberikan jaminan tersebut.

Kedua belah pihak saling menyalahkan atas kebuntuan yang terjadi. Di hari kedua negosiasi yang dimediasi Mesir dan Qatar, Hamas mempertahankan posisi kelompok perjuangan pembebasan Palestina itu kesepakatan gencatan senjata harus mengakhiri perang.

Baca Juga

Israel tidak hadir dalam negosiasi yang digelar di Kairo, Mesir. Tapi, Netanyahu kembali menegaskan tujuan awal Israel menyerang Gaza, melucuti senjata dan membubarkan Hamas.

Ia mengatakan Israel bersedia menghentikan sementara serangannya di Gaza untuk mengamankan pembebasan sandera yang masih ditawan Hamas. Jumlah sandera yang masih berada di tangan Hamas diyakini lebih dari 100 orang.

"Namun saat Israel sudah menunjukkan kesediaan, Hamas masih mempertahankan posisi ekstremnya, yang pertama diantaranya mereka menuntut disingkirkannya semua pasukan Israel dari Jalur Gaza, diakhirinya perang dan membiarkan Hamas berkuasa, Israel tidak dapat menerima itu," kata Netanyahu seperti dikutip Aljazirah, Ahad (5/5/2024).

Dalam pernyataan yang dirilis tidak lama setelah pernyataaan Netanyahu, kepala kebijakan politik Hamas Ismail Haniyeh menyalahkan perdana menteri Israel itu atas "berlanjutnya agresi dan perluasan siklus konflik dan menyabotase upaya yang dilakukan melalui mediator dan berbagai pihak."  

Media yang berafiliasi dengan pemerintah Mesir, Al-Qahera News melaporkan, delegasi Hamas yang mengikuti negosiasi gencatan senjata sudah meninggalkan Kairo dan akan kembali melakukan perundingan pada Selasa (7/5/2024). "Delegasi Hamas meninggalkan Kairo pada (Ahad) sore untuk kembali ke Doha untuk menggelar konsultasi, dan akan kembali pada hari Selasa untuk menyelesaikan perundingan," kata Al-Qahera dalam laporannya.

Aljazirah melaporkan Israel bersikeras kesepakatan gencatan senjata hanya menghentikan sementara serangannya ke Gaza dan tidak mengakhiri perang secara permanen. Aljazirah mengatakan Israel hanya ingin memberikan penghentian serangan selama 40 hari untuk pembebasan 33 sandera.

Sementara Hamas ingin kesepakatan gencatan senjata harus mengakhiri perang dan penarikan pasukan Israel dari Gaza. Direktur Badan Intelijen Pusat (CIA) Amerika Serikat (AS) William Burns yang sedang berada di Kairo juga melakukan kunjungan ke Doha untuk menggelar pertemuan darurat dengan perdana menteri Qatar.  

"Burns sedang dalam perjalanan ke Doha untuk pertemuan darurat dengan perdana menteri Qatar, dengan tujuan memberikan tekanan maksimal pada Israel dan Hamas untuk terus bernegosiasi," kata seorang sumber. Washington menekan Hamas untuk menerima proposal gencatan senjata terbaru Israel. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement