Selasa 07 May 2024 08:54 WIB

Beijing Respons Presiden Marcos yang Tolak Gunakan Meriam Air di LCS

Laut China Selatan hingga saat ini masih menjadi titik panas permasalahan.

Red: Setyanavidita livicansera
 Foto selebaran yang disediakan oleh Angkatan Darat Iran menunjukkan kapal perusak berpeluru kendali China Nanning (depan) selama latihan militer bersama kapal perang Iran, Rusia, dan China di Teluk Oman, selatan Iran,  Jumat (17/3/2023). Iran, China, dan Rusia mulai latihan militer angkatan laut bersama di Teluk Oman pada 17 Maret 2023 selama dua hari, menurut Angkatan Darat Iran.
Foto: EPA-EFE/IRANIAN ARMY
Foto selebaran yang disediakan oleh Angkatan Darat Iran menunjukkan kapal perusak berpeluru kendali China Nanning (depan) selama latihan militer bersama kapal perang Iran, Rusia, dan China di Teluk Oman, selatan Iran, Jumat (17/3/2023). Iran, China, dan Rusia mulai latihan militer angkatan laut bersama di Teluk Oman pada 17 Maret 2023 selama dua hari, menurut Angkatan Darat Iran.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian menyampaikan respon atas pernyataan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr yang menolak usulan untuk melengkapi kapal penjaga pantai dengan meriam air. Usulan ini disampaikan untuk pertahanan diri atas kapal China di Laut China Selatan.

"Jika Filipina benar-benar ingin meredakan ketegangan di Laut China Selatan, mereka harus segera berhenti mengganggu perairan yang berdekatan dengan Nansha Qundao dan Huangyan Dao milik China, berhenti mengirimkan bahan-bahan konstruksi ke kapal perang secara ilegal di Ren'ai Jiao," kata Lin Jian dalam konferensi pers rutin di Beijing, China pada Senin (6/5/2024).

Baca Juga

Usulan untuk melengkapi kapal penjaga pantai Filipina dengan meriam air, datang dari Pemimpin Minoritas Senat Filipina Koko Pimentel pekan lalu, setelah insiden terbaru China-Filipina di perairan Huangyan Dao, yang juga dikenal sebagai Scarborough Shoal.

Pada 30 April 2024, kapal Kapal penjaga pantai China menembakkan meriam air ke arah dua kapal Filipina yang menyebabkan kerusakan pada kedua kapal Filipina tersebut. "Filipina perlu berhenti membangun fasilitas permanen dan aktivitas pendaratan ilegal di pulau-pulau dan terumbu karang yang tidak berpenghuni. Mereka juga harus berhenti melibatkan negara-negara lain, menunjukkan kekuatan maupun menyebarkan disinformasi kepada komunitas internasional," tambah Lin Jian.