REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sederet pengamat dan tokoh mendukung Direktur Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dalam upaya memperbaiki kebijakan dan kinerjanya dengan mengajak publik untuk memberikan dukungan positif demi terciptanya sistem bea cukai yang adil dan efisien.
Pengamat Perpajakan Universitas Pelita Harapan (UPH), Ronny Bako, menekankan pentingnya menjaga transparansi dalam sistem bea cukai. Menurutnya, setiap barang yang dibeli harus disertai dengan invoice, dan pihak bea cukai perlu menghargai dokumen tersebut.
“Invoice harus disimpan, dan pihak bea cukai menghargai invoice tersebut,” ujar Ronny.
Kebijakan bea cukai juga mengikuti perkembangan zaman dan menyesuaikan dengan tantangan global serta regional.
Pekerja migran dan mahasiswa yang pulang dari luar negeri seringkali membawa barang pribadi. Namun, beberapa waktu lalu merasa diperlakukan seperti importir meskipun barang yang dibawa umumnya adalah kebutuhan pribadi.
Pengamat Intelijen dan Keamanan Nasional, Stepi Anriani, mengingatkan publik untuk tidak menjadikan kesalahan oknum sebagai dosa institusi.
“Jangan karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Jika ada oknum lembaga yang melakukan kesalahan, maka harus dievaluasi. Tetapi jangan sampai lembaganya kemudian dicaci maki,” ujarnya.
Stepi menegaskan bahwa lembaga bea cukai mendengarkan kritik dengan terbuka dan berusaha memberikan pelayanan terbaik bagi semua pihak.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) telah memberikan langkah konkret untuk mengatasi keluhan masyarakat terhadap bea cukai. Pihaknya memperbolehkan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk mengambil barang kiriman atau bawaan yang sebelumnya tertahan di DJBC.
"Pengambilan barang itu bisa diselesaikan dengan mengacu pada implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2024," jelasnya.
Peraturan ini dirancang untuk mengakhiri polemik terkait bea cukai yang dianggap memberatkan, dan memberikan kejelasan mengenai pengambilan barang pribadi dari luar negeri. Pelaksanaan yang adil dan tidak diskriminatif tetap menjadi hal yang penting.
DJBC pun juga menghadapi tuduhan menyewa jasa konten kreator atau influencer sebagai buzzer di media sosial. Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa, Nirwala Dwi Heryanto, membantah tuduhan tersebut.
"Kami tidak pernah ada kontak atau tawaran kerja dengan agensi tertentu untuk menyewa buzzer. Bea Cukai tidak menggunakan jasa buzzer untuk mendiskreditkan opini masyarakat, khususnya terkait apa yang tengah ramai diperbincangkan belakangan ini," tegas Nirwala.
Nirwala menambahkan bahwa DJBC berkomitmen untuk bekerja secara transparan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Menurutnya, tuduhan ini bisa berdampak negatif pada persepsi publik, sehingga pihaknya berupaya untuk mengklarifikasi isu-isu yang beredar di media sosial.
Para pengamat dan tokoh mendukung upaya reformasi dan perbaikan yang dilakukan oleh bea cukai dan optimis bahwa DJBC dapat melakukan reformasi dan perbaikan layanan secara berkelanjutan dengan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat, meningkatkan transparansi, dan mendengarkan kritik dengan bijaksana.
Dengan dukungan publik, bea cukai diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan memenuhi harapan masyarakat serta menciptakan sistem bea cukai yang adil dan efisien.