Rabu 08 May 2024 13:30 WIB

KPK Klaim Masih Perkuat Bukti di Kasus Eks Wamenkumham

KPK mengeklaim masih memperkuat bukti dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Eks Wamenkumham yang saat ini juga berstatus sebagai tersangka Edward Omar Sharif Hiariej. KPK mengeklaim masih memperkuat bukti dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej.
Foto: Republika/Prayogi
Eks Wamenkumham yang saat ini juga berstatus sebagai tersangka Edward Omar Sharif Hiariej. KPK mengeklaim masih memperkuat bukti dalam kasus eks Wamenkumham Eddy Hiariej.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim masih perlu menambah bukti untuk menjerat eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy. Sehingga KPK memastikan masih terus mengusut dugaan penerimaan suap dan gratifikasi Eddy.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan bukti bary penting untuk menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru. "Kita sedang mencari bukti lagi, memperkuat, setelah itu kita terbitkan surat perintah untuk melakukan penyidikan dengan penyidikan kita cari bukti," kata Tanak kepada wartawan, Rabu (8/5/2024). 

Baca Juga

Tanak mensinyalkan publik masih harus bersabar menunggu Eddy mengenakan rompi orange khas tahanan KPK. Sebab KPK malah masih berkutat pada pengumpulan bukti.

"Nanti dengan kita temukan (bukti baru), kita tetapkan tersangka," ujar Tanak. 

Johanis menekankan pencarian bukti tersebut tergolong tindak lanjut atas putusan praperadilan yang dimenangkan Eddy. Tanak mengklaim KPK hanya mengikuti aturan yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 

"Yang dikatakan dalam KUHAP bahwa penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan bukti. Jadi kita cari dulu bukti. Karena bukti itu kemudian membuat terang siapa pelakunya," ujar Johanis.

Johanis memastikan Eddy masih berstatus terduga penerima suap dan gratifikasi dalam kasus yang melilitnya. Klaim itu didasari lantaran praperadilan hanya mengurusi administrasi kasus, bukan kronologi perkara.

"Tidak berarti perbuatan melawan hukumnya itu kalau ada kemudian dihapus karena adanya putusan praperadilan," ujar Johanis.

Hakim tunggal PN Jaksel Estiono diketahui menerima permohonan praperadilan yang diajukan oleh Prof Eddy dalam sidang pada Selasa (30/1/2024). Estiono memutuskan penetapan tersangka oleh KPK terhadap Prof Eddy tidak sah.

Awalnya, Prof Eddy ditetapkan tersangka bersama "orang dekatnya" Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Mereka diduga menerima suap dari tersangka mantan Dirut PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, senilai Rp 8 miliar.

Dalam perkara ini, Prof Eddy dua kali mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangkanya. Dalam praperadilan pertama, Prof Eddy mencabutnya untuk diperbaiki. Dalam permohonan kedua, Prof Eddy mengajukan permohonan sendiri atau tanpa Yosi dan Yogi sebagai sesama tersangka.

Kekalahan KPK terjadi lagi setelah hakim tunggal PN Jaksel Tumpanuli Marbun menerima gugatan praperadilan Dirut PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan untuk sebagian pada akhir bulan lalu. Tumpanuli memutuskan penetapan tersangka Helmut oleh KPK tidak sah. Helmut semula ditersangkakan sebagai penyuap Prof Eddy.

Seperti halnya Prof Eddy, ini permohonan praperadilan kedua oleh Helmut. Helmut sempat mengajukannya, namun dicabut belakangan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement