REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dzulqadah adalah bulan ke-11 dalam urutan tahun Hijriyah. Bulan ini mempunyai sejumlah keutamaan.
Keistimewaan Dzulqadah sebagaimana tergambar dalam surat At Taubah ayat 36 sebagai berikut:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
Prof Syihabuddin Qalyubi, mantan guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam naskah artikel yang pernah tayang di Republika.co.id menjelaskan sebagai berikut:
1. Menurut Mazhab Syafii, barang siapa berbuat kebaikan di bulan-bulan suci, maka pahalanya dilipatgandakan, dan barang siapa berbuat kejelekan di bulan-bulan tersebut, maka dosanya dilipatgandaakan pula. Di samping itu, pembayaran diyat yang diberikan kepada keluarga terbunuh di bulan-bulan suci harus diperberat.
2. Al Thabari, sewaktu menafsirkan At Taubah ayat 36, dia berpendapat bahwa kata ganti fī hinna di ayat itu kembali ke bulan-bulan suci, dan dia menyebutkan dalil-dalil untuk memperkuat pendapatnya ini.
Jika dikatakan bahwa pendapat ini berarti membolehkan untuk berbuat zalim di selain empat bulan suci itu, sudah barang tentu pendapat itu tidak benar karena perbuatan zalim itu diharamkan kepada kita di setiap waktu dan di setiap tempat.
Hanya saja Allah SWT sangat menekankan keempat bulan tersebut karena kemuliaan bulan itu sendiri, sehingga ada penekanan secara khusus kepada orang yang bebuat dosa pada bulan-bulan itu, sebagaimana ada penekanan secara khusus kepada orang-orang yang memuliakannya. Sebagai padanannya firman Allah SWT:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلاةِ الْوُسْطَى
“Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.” (QS Al Baqarah: 238).
Tidak diragukan lagi bahwasanya Allah SWT memerintah kita untuk memelihara (melaksanakan) seluruh sholat-sholat fardhu dan tidak berubah menjadi boleh meninggalkan sholat-sholat itu dikarenakan ada perintah untuk memelihara sholat wustha. Karena perintah memelihara sholat wustha di sana untuk penekanan agar diperhatikan jangan sampai ditinggalkannya. Demikian halnya larangan berbuat zhalim pada keempat bulan suci dalam QS At Taubah: 36
3. Bulan Dzulqadah termasuk bulan-bulan haji, sebagaimana firman-Nya:
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi.” (QS Al Baqarah: 197).
Menurut Ibn Umar RA yang dimaksud bulan-bulan haji itu adalah: Dzulqadah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Menurut Ibnu Abbas RA di antara sunnah Rasulullah SAW adalah melaksanakan ihram haji hanya pada bulan-bulan haji tersebut.
Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umroh empat kali, tiga kali di antaranya dilaksanakan pada bulan Dzulqadah dan sekali bersama ibadah haji di bulan Dzulhijjah.
قَالَ أَنَسٌ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-: "اعْتَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَرْبَعَ عُمَرٍ، كُلَّهُنَّ فِي ذِي القَعْدَةِ، إِلَّا الَّتِي كَانَتْ مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ العَامِ المُقْبِلِ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الجِعْرَانَةِ، حَيْثُ قَسَمَ غَنَائِمَ حُنَيْنٍ فِي ذِي القَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مَعَ حَجَّتِهِ" متفق عليه
Anas RA berkata: “Rasulullah SAW melaksanakan ibadah umroh empat kali, semuanya dilaksanakan padan bulan Dzulqadah, kecuali umroh yang dilaksanakan bersama ibadah Haji, yaitu umroh dari Al Hudaibiyah di bulan Dzulqadah, umroh tahun berikutnya di bulan Dzulqadah, umroh dari Ji’ranah sambil membagikan ghanimah perang Hunain di bulan Dzulqadah, dan umrah sekalian melaksanakan ibadah haji (di bulan Dzulhijjah).” (HR Al Bukhari/1654 dan Muslim/1253).
5. Keistimewaan lainnya dari bulan Dzulqadah, Allah SWT berjanji untuk berbicara kepada Nabi Musa AS selama 30 malam di bulan Dzulqadah, ditambah 10 malam di awal bulan Dzulhijjah, sebagaimana firman Allah SWT:
وَوَٰعَدْنَا مُوسَىٰ ثَلَٰثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَٰهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَٰتُ رَبِّهِۦٓ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu 30 malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan 10 (malam lagi).” (QS Al-A’raf: 142).
Mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa, “Tiga puluh malam itu adalah di bulan Dzulqadah, sedangkan yang sepuluh malam adalah di bulan Dzulhijjah.” (Tafsir Ibni Katsir II/244)\