REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Peneliti dari Universitas Amsterdam, Gulnaz Sibgatullina memberikan penjelasan panjang lebar soal Islam di Rusia. Tulisan risetnya di laman Austrian Academy of Sciences pada Studi Islam di Eurasia Tengah.
Dia menjelaskan, kisah masuknya Islam ke Rusia merupakan inti dari Ortodoksi Rusia. Menurut legenda populer, Vladimir, penguasa Kievan Rus yang patung raksasanya ini didirikan di pusat kota Moskow, ragu mengenai agama mana yang harus ia pilih.
Bisa dibilang, Vladimir menolak Islam karena khawatir larangan konsumsi daging babi dan alkohol tidak akan diterima oleh masyarakatnya. Dengan demikian, legenda tersebut menjalin benang Islam ke awal sejarah Rusia, dan masih memicu serangkaian kecemasan dan keinginan sosial yang terus-menerus terkait Muslim.
Dalam bayangan masa kini dari seorang warga Rusia yang masih berjuang menyatukan masa lalu dan memberi makna baru pada agama, kisah Vladimir yang memilih agama menginspirasi banyak catatan sejarah alternatif, dan dan menciptakan spekulasi bahwa Vladimir memang memeluk Islam.
Hebatnya, pada tahun 1990-an yang membawa euforia keagamaan namun juga mengungkap masalah minuman keras di Rusia, banyak warga Rusia yang masuk Islam sebagian karena protes terhadap normalisasi konsumsi alkohol berlebihan.
Meskipun merupakan fakta bahwa pada periode sebelum dan awal modern, banyak permukiman pagan di Eurasia yang menganut Islam. Namun sejak saat itu laporan mengenai orang-orang yang berpindah agama menjadi Kristen Ortodoks sangatlah langka. Beberapa sumber menyebutkan Zosima (Izosima), seorang pendeta Ortodoks yang masuk Islam pada abad ke-13 dan bertugas di kota Yaroslavl sebagai pemungut pajak untuk bangsa Mongol.
Di sisi lain, era Pencerahan mengubah hubungan Kristen-Muslim dalam banyak aspek. Khususnya, dengan semakin intensifnya kontak antara penjajah dan terjajah. Di Rusia, seperti di tempat lain di Eropa, para penulis terlibat dalam apa yang disebut Edward Said sebagai Restrukturisasi Timur melalui karya seni mereka. Hingga muncul dugaan ke-Islaman Alexander Pushkin dan Mikhail Lermontov dari Rusia, yang kemudian menjadi topik yang sering muncul.
Ketertarikan Pushkin terhadap Islam disebabkan oleh perempuan, sedangkan Lermontov karena nenek moyangnya. Ketika bahasa Rusia secara bertahap menjadi lingua franca Islam di era pasca-Soviet, sifat Muslim yang tersembunyi dalam karya klasik Rusia mendapat perhatian lebih lanjut. Bahkan sastrawan terkenal Rusia Leo Tolstoy
pernah menyinggung superioritas Islam yang memicu banyak interpretasi tentang peran Muslim dalam membentuk peradaban Rusia dan sifat dasar Rusia.
Islam yang dikemukakan oleh Pushkin dan Tolstoi digambarkan sebagai sesuatu yang ideal dan dijauhkan dari unsur-unsur negatif. Kelompok Timur Muslim digambarkan menarik dan memesona, namun juga menawarkan perlindungan dan kekuatan untuk menentang modernisasi dan industrialisasi yang berkembang pesat di masyarakat Eropa.
"Penggambaran Islam yang positif menggambarkan agama ini sebagai agama yang memegang nilai-nilai dan tradisi yang telah lama terlupakan di negara-negara Barat yang korup secara moral," jelas Gulnaz dalam paparannya.
Sumber: