Kamis 09 May 2024 15:15 WIB

Penghasilan Juru Parkir Liar, Apakah Halal atau Tidak dan Apa Solusinya? 

Juru parkir ingin membahagiakan keluarga dan orang-orang sekitarnya.

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Erdy Nasrul
Juru parkir memarkirkan kendaraan di sebuah minimarket kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Ahad (5/5/2024).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Juru parkir memarkirkan kendaraan di sebuah minimarket kawasan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Ahad (5/5/2024).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini jadi perbincangan di jagat maya terkait fenomena maraknya juru parkir yang dianggap meresahkan. Biasanya mereka yang meresahkan adalah yang meminta uang parkir dengan cara memaksa dan tidak santun, akibatnya ada pelanggan yang merasa terganggu, tapi ada juga pelanggan yang menanggapinya biasa saja.

Menanggapi fenomena tersebut, Sekretaris Pimpinan Wilayah (PW) Pemuda Persatuan Islam (Persis) DKI Jakarta, Ustaz Ahmad Zuhdi mengatakan, dari sekian banyak keperluan yang dibutuhkan manusia, kebutuhan mendasar yang diperlukan adalah makan. Selaku Pencipta, Allah telah menyediakan berbagai sumber daya untuk kebutuhan manusia, baik yang ada di darat maupun laut. 

Baca Juga

"Bahkan ayat tentang perintah makan dalam Alquran lebih banyak dibandingkan perintah sholat. Kurang lebih sekitar 26 kali ayat tentang perintah makan, sementara ayat perintah sholat hanya 16 kali," kata Ustaz Zuhdi kepada Republika, Kamis (9/5/2024).

Ustaz Zuhdi menerangkan, hal ini tentu saja bukan berarti harus lebih banyak makan daripada sholat. Sebab ayat tentang perintah makan selalu diiringi dengan tambahan, seperti makanlah dan bersyukurlah, makanlah yang halal dan thayyib, makanlah dan jangan berlebih-lebihan, dan seterusnya. 

"Ini menunjukkan bahwa proses untuk mendapatkan makanan, kemudian pada saat makan, dan setelah makan ada rambu-rambu dan etika yang telah ditetapkan Allah SWT," ujar Ustaz Zuhdi.

Ia menjelaskan, misalnya dalam surat An-Nisa Ayat 29 Allah melarang memakan sesuatu yang didapatkan dari usaha bathil.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا 

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa Ayat 29)

Ustaz Zuhdi mengatakan, dari ayat tersebut, setidaknya ada dua makna yang dapat diambil. Pertama, dilarang memakan dari usaha yang diperoleh secara batil. Batil di sini seperti merampas, mencuri, termasuk pemalakan secara kasar maupun halus. 

"Kedua, harus saling ridha atau suka sama suka. Tentu ketika harta tersebut diperoleh dengan cara memaksa dan salah satunya tidak ikhlas atau tidak ridha, maka haram untuk memakannya," jelas Ustaz Zuhdi.

Ustaz Zuhdi menjelaskan, satu fenomena yang sedang ramai di masyarakat adalah maraknya juru parkir yang meresahkan penjual, pengusaha, pembeli, dan konsumen. Bahkan terkadang memperlakukan konsumen atau pembeli secara kasar. Tentu saja jelas hal ini terlarang, baik secara kaidah agama maupun norma positif yang berlaku di masyarakat. 

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement