REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Menteri Luar Negeri Inggris David Cameron menegaskan tidak akan mendukung serangan besar-besaran Israel di Rafah. Namun, ia tidak benar-benar mengutuk agresi Israel pada wilayah selatan dari Kota Gaza tersebut.
“Kami tidak akan mendukung operasi besar-besaran di Rafah kecuali ada rencana yang jelas tentang bagaimana melindungi masyarakat,” ujar Cameron setelah pidatonya di Pusat Keamanan Siber Nasional di London, Kamis (9/5/2024).
Cameron mengatakan belum melihat adanya rencana tersebut. Namun, pada saat yang sama, ia mengatakan Inggris tidak akan mengikuti AS untuk menahan penjualan senjata kepada Israel.
Hal ini terjadi setelah Presiden AS Joe Biden memperingatkan Tel Aviv bahwa pemerintahannya akan berhenti memasok bom dan peluru artileri, jika militernya terus melancarkan serangan terhadap Rafah.
“Saya tegaskan jika mereka masuk ke Rafah–mereka belum pergi ke Rafah–jika mereka masuk ke Rafah, saya tidak akan memasok senjata yang telah digunakan secara historis untuk menghadapi Rafah, untuk menghadapi kota-kota yang menghadapi masalah itu,” kata Biden kepada media CNN.
Setidaknya 34.904 orang, termasuk lebih dari 14.500 anak-anak syahid di Gaza sejak dimulainya perang genosida rezim Israel di Gaza pada Oktober lalu.
Meskipun sesekali memberikan peringatan mengenai bencana kemanusiaan yang terjadi di wilayah yang dikepung, negara-negara Barat dengan tegas mendukung perang tersebut dengan memasok senjata dalam jumlah besar kepada militer Israel.