REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecelakaan bus yang menimpa rombongan pelajar SMK Lingga Kencana Depok di Jalan Raya Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, pada Sabtu (11/5/2024) menambah catatan jumlah kecelakaan lalu lintas yang memakan korban. Berbagai aspek menjadi sorotan publik, terutama kondisi pengemudi saat melajukan kendaraan di jalanan.
Pengamat transportasi yang juga Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno melihat secara umum permasalahan transportasi, terutama soal pengemudi atau sopir. Dia mengatakan, setidaknya ada tiga masalah krusial pada pengemudi di Indonesia.
“Pertama, jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia mengalami penurunan, dan rasio dengan jumlah kendaraan yang beroperasi sudah masuk dalam zona berbahaya. Ini jelas sangat beresiko tinggi terhadap keselamatan,” kata Djoko, Ahad (12/5/2024).
Kedua, kecakapan pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan di jalan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi yang ada pada bus dan atau truk masih sangat rendah. Begitu juga pada kemampuan pengemudi melakukan pendeteksian dini atas kondisi kendaraan yang mengalami kondisi buruk turut rendah.
“Hal ini teridentifikasi dari faktor-faktor penyebab kecelakaan bus dan truk yang terkait dengan kecakapan pengemudi ternyata tidak ter-captured pada mekanisme pengambilan SIM B1/B2 kita, serta mekanisme pelatihan Defensive Driving Training (DDT) yang selama ini dijadikan persyaratan wajib Kemenhub untuk memberi ijin,” tuturnya.
Adapun yang ketiga soal pembagian jam kerja para pengemudi bus atau truk yang dinilai tidak teratur. Hal itu memengaruhi kondisi kesehatan dari para pengemudi dan berakibat pada potensi terjadinya kecelakaan di jalan. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan bahwa adanya kelelahan yang berdasarkan desain alias fatigue by design dengan di antaranya jam kerja pengemudi jauh di atas 12 jam.
“Waktu kerja, waktu istirahat, waktu libur, dan tempat istirahat pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat buruk. Tidak ada regulasi yang melindungi mereka, sehingga performance mereka beresiko tinggi terhadap kelelahan dan bisa berujung pada microsleep,” ujar Djoko.
Djoko mengkhawatirkan ketiga masalah krusial tersebut, spesifik yang dialami oleh para pengemudi kendaraan bus ataupun truk di Indonesia. Jika tidak ada evaluasi untuk perbaikan ke depannya, kemungkinan kecelakaan serupa kasus yang menimpa pelajar SMK Lingga Kencana Depok bisa terjadi lagi.
“Sampai saat ini belum ada sistem mitigasi yang terstruktur dan sistematis, sehingga ke depan kecelakaan bus dan truk di Indonesia bisa akan terus terjadi. Bahkan cenderung akan mengalami peningkatan karena jika tidak ditangani hal ini akan semakin memburuk.
Diketahui, kecelakaan maut yang dialami rombongan SMK Lingga Kencana Depok terjadi di Jalan Raya Ciater, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) malam. Dikabarkan ada sebanyak 11 orang yang meninggal dunia dalam insiden tersebut. Sebanyak 10 korban tewas merupakan rombongan SMK Lingga Kencana Depok dan satu orang warga yang tengah parkir.