REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum mantan Hakim Agung Gazalba Saleh, Aldres Napitupulu, menilai surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kliennya tidak diuraikan dengan lengkap, jelas, dan cermat, sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
"Surat dakwaan tidak diuraikan dengan jelas, cermat, dan lengkap mengenai pidana yang didakwakan, sehingga berdasarkan Pasal 143 KUHAP, dakwaan harus batal demi hukum," ujar Aldres saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (13/5/2024).
Dia menuturkan surat dakwaan tidak menguraikan lebih jelas mengenai sumber pembelian mobil satu unit kendaraan Toyota New Alphard 2.5 G A/T Warna Hitam, yang didakwakan merupakan bagian dari tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gazalba.
Selain itu, lanjut dia, surat dakwaan KPK terhadap Gazalba juga tidak menjelaskan waktu dan tempat pembayaran pelunasan kredit pemilikan rumah (KPR) di Sedayu City @Kelapa Gading, Cakung, Jakarta Timur, yang didakwakan berasal dari dana TPPU Gazalba.
Dakwaan mengenai penerimaan dana gratifikasi oleh Gazalba, kata Aldres, pun tidak menjelaskan waktu dan tempatnya. Ia menambahkan, berbagai nama yang disebutkan dalam dakwaan TPPU KPK tidak dijelaskan perannya, hanya nama saja.
"Surat dakwaan tidak disusun secara jelas, cermat, dan lengkap," tuturnya.
Untuk itu, dirinya meminta Majelis Hakim bisa memberikan putusan sela dalam kasus Gazalba meliputi menerima dan mengabulkan seluruh eksepsi terdakwa, menyatakan Pengadilan Tipikor Jakarta tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara, serta menyatakan penuntutan dan surat dakwaan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Kemudian, penasihat hukum juga meminta Majelis Hakim untuk menyatakan perkara Gazalba tidak dilanjutkan pemeriksaannya, memerintahkan terdakwa segera keluar dari tahanan, memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan harkat dam martabatnya, membuka blokir rekening Gazalba, mengembalikan seluruh barang bukti, serta membebankan biaya perkara kepada negara.
Sebelumnya, Gazalba didakwa menerima gratifikasi dan melakukan TPPU senilai Rp 25,9 miliar selama kurun waktu 2020 hingga 2022. Dakwaan gratifikasi yang diberikan kepada Gazalba senilai Rp 200 juta terkait pengurusan perkara kasasi pemilik Usaha Dagang (UD) Logam Jaya Jawahirul Fuad di Mahkamah Agung (MA) yang mengalami permasalahan hukum soal pengelolaan limbah B3 tanpa izin pada 2017.
Untuk TPPU senilai Rp 25,7 miliar, Gazalba didakwa menggunakan uang hasil gratifikasi dan penerimaan lain dengan membelanjakannya dengan identitas dan nama orang lain.
Atas dakwaan gratifikasi, Gazalba terancam pidana dalam Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara atas dakwaan TPPU, Gazalba terancam pidana Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.