REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --- Kondisi yang dialami ARP (13), bocah di Kota Cirebon yang mengalami depresi gara-gara handphone (HP) hasil menabungnya dijual sang ibu, mengundang keprihatinan warga setempat. Sang ibu diketahui menjual handphone milik anaknya itu karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Ketua RT 04 RW 07, Kampung Gunung Sari Bedeng, Ajat Supriyadi (49), mengatakan, pihaknya bersama warga selama ini antusias berusaha membantu. Di antaranya dengan mengantar A berobat ke Rumah Sakit Gunung Jati.
Dari pihak rumah sakit, terang Ajat, A disarankan untuk menjalani rawat inap terlebih dulu untuk memantau kondisinya. Namun, saat itu orang tuanya tidak mau menunggui di rumah sakit sehingga akhirnya hanya rawat jalan. ‘’Jadi setiap kumat, ke sana diperiksa,’’ ujar Ajat, Senin (13/5/2024).
Selain itu, kata Ajat, pihaknya juga berusaha membantu mencari A setiap kali bocah itu kabur dari rumah. Bahkan A pernah kabur dengan berjalan kaki hingga ditemukan di Kabupaten Kuningan. ‘’Kita jemput ke sana. Dan gak lama kemudian, dari masyarakat, supaya anak seneng, dikasih sepeda. Itu swadaya masyarakat,’’ kata Ajat.
Setelah dikasih sepeda, kata Ajat, si A merasa senang dan mulai sekolah lagi. Ditambah lagi, lurah setempat juga memberikan handphone baru kepada bocah tersebut.‘’Anak jadi tambah semangat lagi, belajar lagi. Tapi gak lama kemudian HP nya dijual lagi atau entah hilang, pokoknya (A) gak pegang HP lagi. Bahkan sepedanya juga gak ada. Akhirnya si anak terganggu lagi,’’ kata Ajat.
Ajat menjelaskan, kondisi yang dialami A itu bermula dari keinginannya untuk memiliki handphone seperti anak-anak lainnya. Karena itu, A berperan sebagai petugas kotak amal keliling dari masjid setempat dan mendapat upah sepuluh persen dari uang kotak amal yang berhasil terkumpul.
‘’Uang itu dikumpulin (ditabung) selama beberapa bulan, sejak kelas empat sampai kelas lima. Setelah uang itu terkumpul, si anak beli HP sendiri. Tapi kemudian HP itu dijual sama orang tuanya. Mulai sejak saat itu, si anak mulai terganggu pola pikirnya, males sekolahnya. Mulai depresi saat kelas enam baru dua bulan (berjalan),’’ papar Ajat.
Ibu kandung A, Siti Anita (38), menjelaskan, kondisi yang menimpa anak pertamanya itu bermula dari kondisi ekonominya yang mengalami kekurangan. Saat itu, suaminya yang bekerja di luar kota, tak kunjung pulang untuk memberikan nafkah.
‘’Saya gak kerja, gak jualan. Suami delapan bulan gak ngasih nafkah. Jadi saya bingung. Ada barang itu (handphone milik ARP), ya, saya jual, untuk makan sehari-hari,’’ ujar Anita dengan suara tercekat menahan tangis, Senin (13/5/2024).