Oleh : Fitriyan Zamzami, wartawan Republika
Alkisah, Plato, sang filsuf dari Yunani sekali waktu bicara soal musik. “Bentuk dan ritme dalam musik tak pernah berubah tanpa mengubah juga seluruh tatanan masyarakat,” tulisnya dalam karya masyhurnya, Republic. Plato meyakini, musik dan masyarakat tempatnya diproduksi berkelindan sangat erat satu sama lain.
Barangkali sejak awal peradaban, nyanyian dan jenis musik tertentu sudah menemani umat manusia. Bisa jadi, ia lahir bersamaan dengan bahasa. Manusia sejak lahir agaknya secara naluriah sudah punya bawaan untuk mengenali suara-suara yang indah dan tentunya yang fals juga.
Pada peradaban lama, musik dan nyanyian adalah komunikasi dua arah. Dua penyair yang saling berdendang mencoba mengalahkan satu sama lain, misalnya.
Atau ambil contoh di Kepulauan Biak Numfor di Teluk Cendrawasih, Papua. Di sana, ada tradisi namanya Wor. Ia adalah semacam nyanyian dan tarian komunal. Seorang pendendang biasanya naik kemudian melantunkan lirik-lirik sakralnya, sejurus kemudian kelompok pendengar membalas atau ikut menyanyikan lirik-lirik tersebut. Ada komunikasi di situ.