Selasa 14 May 2024 20:55 WIB

Kisah Perjanjian Aqabah

Perjanjian Aqabah dilangsungkan pada bulan Dzulhijjah.

Rep: Mgrol150/ Red: Muhammad Hafil
Jamaah haji berjalan usai melempar jamrah hari kedua di Jamarat, Mina, Arab Saudi, Kamis (29/6/2023). Jutaan jamaah haji memadati kawaaan Jamarat untuk melaksanakan lempar jamrah Ula, Wustha, Aqabah.
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Jamaah haji berjalan usai melempar jamrah hari kedua di Jamarat, Mina, Arab Saudi, Kamis (29/6/2023). Jutaan jamaah haji memadati kawaaan Jamarat untuk melaksanakan lempar jamrah Ula, Wustha, Aqabah.

REPUBLIKA.CO.ID, MADINAH – Pada bulan Dzulhijah terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi, salah satunya adalah pernjanjian Aqabah. Perjanjian tersebut dibuat untuk membantu Nabi Muhammad SAW dalam berdakwah di Yatsrib (Madinah).

Perjanjian tersebut bertepatan dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dan alasan dinamakan Aqabah karena dilaksanakan di sebuah wilayah bernama Aqabah, terletak kurang lebih sekitar 5 kilometer dari Mekkah. Pada momen tersebut, para penduduk kota Madinah sedang membutuhkan pemimpin yang cocok untuk mempersatukan suku Aus dan Khazraj.

Baca Juga

“Perjanjian Aqabah bermula pada tahun ke-11 kenabian tatkala Rasulullah SAW bertemu dengan enam orang dari suku Khazraj, Yastrib yang datang ke Mekkah untuk menunaikan haji,” dikutip dari buku karya Ahmad Sugiri yang berjudul, Sejarah Kebudayaan Islam Periode Klasik.

Keenam orang tersebut di antaranya bernama As'ad bin Zurara, Auf bin Haritha (Ibn Afra'), Raafi' bin Malik bin Ajlan, Quthah bin Amir bin Hadidah, Uqbah bin Amir, dan Jabir bin Adullah bin Riab. Mereka berenam menghadiri pertemuan tersebut di bukit Aqabah dengan Nabi Muhammad SAW. 

Setelah mereka menghadiri pertemuan tersebut, menurut buku dari Kemenag yang berjudul, Sejarah Kebudayaan Islam, hasil dari pertemuan tersebut terdapat 6 poin,

*Pertama*, menyatakan tidak akan menyekutukan Allah SWT.

*Kedua*, menyatakan setia kepada Nabi Muhammad SAW.

*Ketiga*, menyatakan rela berkorban harta dan jiwa.

*Keempat*, bersedia menyebarkan ajaran Islam yang dianutnya.

*Kelima*, menyatakan untuk tidak membunuh.

*Keenam*, menyatakan untuk tidak akan melakukan kecurangan dan kedustaan.

Nabi Muhammad SAW memutuskan untuk berhijrah ke Madinah merupakan perintah dari Allah SWT. Sebagaimana yang tertulis pada surat Al Baqarah ayat 218, Allah SWT berfirman,

اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Arab Latin : Innal-lażīna āmanū wal-lażīna hājarū wa jāhadū fī sabīlillāh(i), ulā'ika yarjūna raḥmatallāh(i), wallāhu gafūrur raḥīm(un).

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman serta orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement