Rabu 15 May 2024 09:28 WIB

Pendapat Pemerintah AS yang Berubah terkait Perang Israel Lawan Palestina

Penasihat Keamanan AS Peringatkan Israel Berisiko Hadapi Palestina.

Rep: Lintar Satria Zulfikar/ Red: Erdy Nasrul
Militer Israel berkumpul di sekitar Gaza Palestina.
Foto: EPA-EFE/ABIR SULTAN
Militer Israel berkumpul di sekitar Gaza Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON  -- Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan pemerintah Amerika Serikat (AS) menyampaikan kekhawatiran pada pemerintah Israel mengenai "operasi anti-pemberontakan menjadi operasi yang berkepanjangan." Sementara Kabinet Perang Israel fokus menggelar operasi besar ke Kota Rafah, di selatan Gaza.

Pernyataan dari penasihat Presiden Joe Biden ini disampaikan satu hari setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan Israel bisa saja "menanggung tanggung jawab" pemberontakan tanpa henti setelah perang di Gaza berakhir.

Baca Juga

"Lihat, kami memiliki pengalaman menyakitkan operasi anti-pemberontak melawan teroris di lingkungan perkotaan, di pemukiman padat penduduk dan kami tahu itu tidak sesederhana mengeksekusi operasi militer dan kemudian mengakhirinya," kata Sullivan merujuk perang AS di Irak dan Afghanistan, Selasa (14/5/2024).

"Salah satu resiko terlibat dalam operasi anti-pemberontakan mana pun adalah kemampuan kelompok teroris untuk menarik lebih banyak anggota dan pengikut seiring berjalannya waktu," tambah Sullivan.

Ia mengatakan sudah berbicara dengan rekan-rekannya di Israel dan Mesir pada Ahad (12/5/2024) lalu untuk melipatgandakan upaya diplomatik dalam negosiasi gencatan senjata dan pembebasan sandera.

Sullivan menambahkan pemerintah AS akan menggelar pembicaraan lebih lanjut dengan Israel dalam beberapa hari ke depan mengenai bagaimana Israel dapat memurnikan rencana mengejar Hamas di Rafah sambil menurunkan resiko pada warga sipil Palestina.

Ia juga membantah kritikan yang mengatakan pasukan Israel melakukan genosida di Gaza. Kritikan yang semakin menguat di seluruh dunia dan di dalam Amerika.

Mesir yang merupakan sekutu AS bergabung dengan Afrika Selatan dalam gugatan hukum terhadap Israel di Mahkamah Internasional. Afrika Selatan menuduh Israel melanggar kewajiban Konvensi Genosida.

“Saya tidak bisa mengatakan hal itu membantu diskusi antara Mesir dan Israel untuk mencoba memilah-milah masalah bantuan dan akses,” kata Sullivan mengenai langkah yang diumumkan Kairo akhir pekan lalu.

Bersama Qatar, Mesir merupakan mediator dalam perundingan gencatan senjata di Gaza. Mahkamah Internasional sudah menyimpulkan ada “risiko genosida yang masuk akal” di Gaza. Tuduhan yang dibantah keras Israel. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement