Rabu 15 May 2024 19:23 WIB

Revisi UU Kementerian Negara Dikaitkan dengan Putusan MK, Pengamat: Ngeles Saja DPR 

Menurut Lucius, revisi UU Kementerian Negara untuk memenuhi kebutuhan Prabowo-Gibran.

Rep: Eva Rianti, Nawir Arsyad Akbar/ Red: Andri Saubani
Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
Foto: Republika/Febryan A
Peneliti pada Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengamat Parlemen yang juga Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Kementerian Negara tidak terjadi kebetulan dengan wacana presiden terpilih Prabowo Subianto yang ingin menambah jumlah kementerian dari 34 menjadi 40. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menurutnya hanya menggunakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai alasan.

Sebagaimana diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah memulai pembahasan revisi UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara pada Selasa (14/5/2024) dan dilanjutkan Rabu (15/5/2024). Latar belakang revisi beleid tersebut diklaim adalah putusan MK nomor 79/PUU-IX/2011 yang diketok pada 2011 atau 13 tahun yang lalu.

Baca Juga

Muncul kecurigaan di publik bahwa DPR RI sengaja membahas revisi UU Kementerian Negara tersebut beriringan dengan memuluskan wacana penambahan kementerian di masa kepemimpinan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, sehingga jumlah kabinet atau menteri semakin banyak.

“Saya kira ngeles saja DPR ketika menyebutkan revisi ini untuk menindaklanjuti keputusan MK tahun 2011 silam. Ini alasan agar pembahasan RUU Kementerian Negara bisa masuk jalur kumulatif terbuka, sehingga tak perlu mengikuti standar prosedur pembahasan RUU Prioritas yang harus dimulai dengan pembuatan naskah akademik, penyusunan draf, pembahasan hingga pengesahan,” kata Lucius saat dihubungi Republika, Rabu (15/5/2024).