REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saksi kasus Menteri Pertanian periode 2019-2023 Syahrul Yasin Limpo (SYL), Prihasto Setyanto, mengatakan SYL pernah secara tidak langsung meminta pejabat eselon I Kementerian Pertanian (Kementan) mundur dari jabatan jika tidak memenuhi permintaan dana untuk kebutuhan SYL.
Prihasto, yang merupakan Direktur Jenderal (Dirjen) Hortikultura Kementan tersebut bercerita SYL kala itu mengumpulkan para eselon I Kementan dan menyampaikan apabila para eselon I tidak sejalan dengan dirinya maka dipersilakan mengundurkan diri.
"Secara tidak langsung yang terbersit maksud dari tidak sejalan di pikiran kami itu mengenai iuran kebutuhan non budgeter SYL," kata Prihasto dalam sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Dia menjelaskan momen tersebut disampaikan pada pagi hari saat para eselon I Kementan berkumpul dengan SYL sambil coffee break. Selain kejadian tersebut, Prihasto menuturkan SYL juga pernah mengumpulkan para eselon I dan menyampaikan para petinggi Partai Nasional Demokrat (NasDem) meminta seluruh eselon I Kementan dicopot apabila tidak mampu menyelesaikan permintaan partai.
Dia menjelaskan berbagai permintaan dimaksud, yakni pengadaan proyek, sembako, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), serta program partai lainnya. Namun, lanjut dia, SYL saat itu mengaku akan pasang badan dengan mengatakan selama SYL memimpin tidak ada pejabat yang dicopot.
"Hal tersebut membuat kami eselon I menuruti permintaan itu," ucap dia.
Sebelumnya, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta yang juga menjadi terdakwa. Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayar kebutuhan pribadi SYL.
SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.