Kamis 16 May 2024 05:50 WIB

Kembali kepada Alquran-Sunnah Menurut Salafi dan Kritik UAS

Ada problem dalam pemahaman kembali Alquran dan sunnah kaum Salafi

Rep: Fuji E Permana / Red: Nashih Nashrullah
Santri mengaji kitab kuning (ilustrasi). Ada problem dalam pemahaman kembali Alquran dan sunnah kaum Salafi
Foto: ANTARA FOTO/Syaiful Arif
Santri mengaji kitab kuning (ilustrasi). Ada problem dalam pemahaman kembali Alquran dan sunnah kaum Salafi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Membaca bagaimana konstruksi pembacaan teks dalam tradisi intelektual Islam, tentu banyak menemukan isykaliyat dari jargon “Kembali kepada Alquran dan Sunah” yang belakangan banyak digembor-gemborkan kalangan Salafi. 

Seperti apakah bentuk dan polanya? Apakah yang dimaksud adalah pembacaan secara literal dan tekstual terhadap ayat atau hadits-hadits itu? Ataukah pemaknaan liberal yang menitikberatkan pada rasionalitas? Atau seperti apa?

Baca Juga

Dalam titik ini, memang realisasi jargon itu tidaklah sederhana seperti yang dikira. Pembacaan yang berat sebelah—entah secara literal atau liberal—justru akan berdampak pada “pereduksian” teks itu sendiri dan dalam level tertentu malah memburamkan substansi syariat Islam yang agung. 

Pada praktiknya, termasuk kelompok yang mengaku mereka sebagai pengikut salaf,  kenyataannya, lebih berat sebelah. Mereka mengklaim kembali ke Alquran dan Sunnah, namun faktanya, mereka juga tak lepas dari pendapat ulama, yang mereka anggap paling pantas memahami teks keagamaan. Mereka mengklaim kembali kepada Alquran dan Sunnah, tetapi hanya merujuk pada Imam Ahmad, Ibnu Taimiyyah, dan Muhammad bin Abdul Wahab.