REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) memenuhi permintaan sebagai saksi meringankan bagi eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan. JK irit bicara kepada awak media jelang sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) pada Kamis (16/5/2024).
JK mengenakan kemeja lengan panjang warna putih dengan garis warna biru. Saat tiba di PN Jakpus, JK diarahkan menuju ruang tunggu sebelum menuju ruang sidang.
JK tak berbicara banyak saat dicecar wartawan mengenai tujuan kedatangannya dalam sidang hari ini. JK cuma mengonfirmasi dirinya hadir menjadi saksi bagi Karen.
Sebelumnya, KPK mengaku tak ambil pusing atas tindakan kuasa hukum Karen yang akan menghadirkan JK di ruang sidang. KPK meyakini hal itu merupakan hak terdakwa untuk menghadirkan saksi meringankan.
"Inilah dalam proses bekerjanya hukum kan demikian, kita harus seimbang. Jaksa membuktikan dari hasil proses penyidikannya, silakan juga terdakwa dan kuasa hukum untuk membuktikan sebaliknya dengan berbagai cara dan mekanisme dan ketentuan hukum, satu di antaranya menghadirkan saksi yang meringankan," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis.
Dalam perkara ini, Karen disebut memperkaya sejumlah pihak termasuk dirinya sendiri. "Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yaitu memperkaya diri Terdakwa sebesar Rp1.091.280.281,81 dan USD104,016.65 (Rp 1,6 miliar), serta memperkaya suatu korporasi yaitu Corpus Christi Liquefaction LLC seluruhnya sebesar 113.839.186,60 dolar AS (Rp 1,77 triliun)," ujar JPU KPK dalam surat dakwaan.
Tindakan Karen dipandang JPU KPK menimbulkan kerugian keuangan negara. Kerugian ini dikalkulasi berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dalam rangka penghitungan kerugian negara atas pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC pada PT PERTAMINA (Persero) dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
"Mengakibatkan kerugian keuangan negara cq PT PERTAMINA (Persero) sebesar 113.839.186,60 dolar AS (Rp 1,77 triliun)," ujar jaksa.
Selain itu, JPU KPK memandang Karen justru menyalahgunakan jabatan yang diberikan kepadanya selaku Direktur Utama PT Pertamina periode 2009-2014. "Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yaitu terdakwa selaku Direktur Utama PT Pertamina," ujar jaksa KPK.
Atas dasar itulah, Karen didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan, Jaksa KPK mengungkap Karen Agustiawan sebagai Dirut PT Pertamina saat itu melakukan komunikasi dengan pihak Blackstone yang merupakan salah satu pemegang saham Cheniere Energy dengan tujuan untuk mendapatkan jabatan dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equality Group Blackstone. Blackstone tercatat merupakan salah satu pemegang saham dari Cheniere Energy. Adapun Corpus merupakan anak usaha Cheniere Energy.