REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menepis tudingan bahwa Revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mengecilkan peran pers.
“Tidak ada dan tidak pernah ada semangat ataupun niatan dari Komisi I DPR untuk mengecilkan peran pers,” kata Meutya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis (16/5/2024).
Dia menegaskan pula, Komisi I DPR menyadari bahwa keberlangsungan media yang sehat adalah penting. Bahkan, lanjut dia, hubungan Komisi I DPR dengan Dewan Pers selaku mitra kerja, terjalin sinergis dan saling melengkapi, baik saat Dewan Pers diketuai oleh Bagir Manan (2010-2016), Mohammad Nuh (2019-2022), hingga Azyumardi Azra (2022).
Hal itu, kata Meutya, dibuktikan pihaknya dalam upaya mendorong lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas atau Perpres "Publisher Rights".
Meutya pun menuturkan bahwa draf RUU Penyiaran saat ini masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan belum dilakukan pembahasan dengan Pemerintah.
“RUU Penyiaran saat ini belum ada, yang beredar saat ini adalah draf yang mungkin muncul dalam beberapa versi dan masih amat dinamis. Sebagai draf tentu penulisannya belum sempurna dan cenderung multi tafsir,” katanya.
Untuk itu, dia menegaskan bahwa Komisi I DPR membuka ruang seluas-luasnya terhadap berbagai masukan dari masyarakat terkait RUU Penyiaran. “Tentu setelah menjadi RUU maka RUU akan diumumkan ke publik secara resmi,” ucapnya.
Dia menambahkan pula bahwa rapat internal Komisi I DPR pada Rabu (15/5) telah menyepakati agar Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang tentang Penyiaran mempelajari kembali masukan-masukan dari masyarakat.
“Komisi I DPR telah dan akan terus membuka ruang luas bagi berbagai masukan, mendukung diskusi dan diskursus untuk RUU Penyiaran sebagai bahan masukan pembahasan RUU Penyiaran,” kata dia.