Kamis 16 May 2024 20:33 WIB

Pakar Soroti Implikasi RUU Penyiaran Terhadap Independensi Pers

Pakar menyoroti implikasi revisi UU Penyiaran terhadap independensi pers.

Red: Bilal Ramadhan
Media massa (ilustrasi). Pakar menyoroti implikasi revisi UU Penyiaran terhadap independensi pers.
Foto: [ist]
Media massa (ilustrasi). Pakar menyoroti implikasi revisi UU Penyiaran terhadap independensi pers.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar Media Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Irfan Wahyudi menyoroti implikasi dari Revisi Undang-Undang Penyiaran terhadap independensi pers.

Irfan di Surabaya, Kamis mengatakan salah satu pasal yang paling kontroversial dalam RUU Penyiaran adalah Pasal 56 ayat 2 C, yang melarang penayangan eksklusif jurnalisme investigasi.

Baca Juga

"Pasal ini menjadi perkara yang signifikan. Sebab, jurnalisme investigatif telah memberi nuansa yang kuat pada proses politik maupun sosial di Indonesia," ujar Irfan.

Irfan menginterpretasikan larangan tersebut sebagai wujud pembungkaman pers dan ekspresi media. Peraturan itu membingungkan dan menimbulkan keresahan publik. Sebagai wujud penyempurnaan dari undang-undang Nomor 32 tahun 2002, Irfan menekankan RUU itu perlu disesuaikan dengan zaman.