REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Universitas Amsterdam pada Selasa membatalkan perkuliahan dan menutup gedung-gedung di kampus selama dua hari setelah demonstrasi pro-Palestina terbaru mengenai perang di Gaza yang berubah menjadi kehancuran.
Aksi protes terus bergejolak di beberapa universitas Eropa, di mana para mahasiswa berhadapan dengan otoritas akademis mengenai apakah hubungan dengan Israel harus diputuskan atau dikurangi secara drastis, karena jumlah korban tewas terus meningkat selama tujuh bulan perang yang dilakukan Israel-Hamas.
Dewan Direksi Universitas Amsterdam, Belanda, mengeluarkan pernyataan yang mengatakan bahwa mereka tidak dapat menjamin keselamatan siapa pun di kampus setelah sekelompok provokator bertopeng membarikade pintu dan menyemprotkan slogan-slogan di dinding. Kekacauan terjadi setelah para staf dan mahasiswa melakukan aksi mogok kerja untuk menentang perang Israel-Hamas dan tanggapan yang diberikan universitas terhadap protes yang dilakukan sebelumnya.
“Mereka (universitas) memanggil polisi setelah orang-orang tidak mau melepas penutup wajah mereka tetapi polisi datang dengan mengenakan balaclava,” kata Enzo Rossio, Profesor Ilmu Politik, dilansir dari APNews, Kamis (16/05/2024).
Pada minggu lalu, polisi menggunakan buldoser untuk mengusir para demonstran dari perkemahan yang didirikan oleh mahasiswa yang menginginkan universitas tersebut memutuskan hubungan dengan Israel. Protes tersebut adalah salah satu dari sekian banyak protes yang terjadi di seluruh Eropa setelah aksi unjuk rasa di kampus-kampus di Amerika Serikat.
Demonstrasi yang lebih kecil terjadi menentang perang di universitas-universitas Belanda lainnya. Namun, protes minggu lalu meningkat menjadi ribuan orang dan para demonstran meneriakkan slogan-slogan, “Palestina akan bebas!”. Untuk meminimalisir kerusuhan, Polisi anti huru-hara dipanggil beberapa kali untuk mengakhiri demonstrasi yang mengarah pada konfrontasi agresif.
Institusi pendidikan tinggi di Belanda menerbitkan pedoman mengenai protes mahasiswa. Larangan tersebut termasuk larangan bermalam, menempati gedung, dan mengenakan penutup wajah. Universitas Amsterdam telah mengumumkan tidak akan mengadakan pembicaraan dengan pengunjuk rasa yang menolak menunjukkan wajah mereka.