REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq mengimbau pemerintah dan agen travel agar mengedukasi masyarakat, terutama umat Islam, untuk tidak melakukan perjalanan ibadah haji tanpa visa resmi.
"Saya mengimbau kepada pemerintah, juga kepada agen-agen travel haji dan umrah untuk mengedukasi kepada masyarakat bahwa jangan ada jamaah yang berani masuk ke negara lain, terutama ke Arab Saudi untuk melakukan ibadah haji tanpa visa," kata Maman.
Hal tersebut dia sampaikan saat menghadiri secara virtual acara diskusi Dialetika Demokrasi dengan tema “Antisipasi Maraknya Jemaah Haji dan Umroh Tanpa Visa Resmi" di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis.
Ia mengingatkan bahwa terdapat beberapa sanksi yang akan dijatuhkan apabila masyarakat nekat mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa visa resmi. Maman mengatakan Pemerintah Arab Saudi bisa mendeportasi jamaah dan melarang mereka kembali ke negara tersebut hingga 10 tahun mendatang.
Berikutnya, Maman menyampaikan pula bahwa jamaah dengan visa non-haji belum tentu bisa lolos untuk melaksanakan ibadah wukuf di Arafah saat puncak haji karena Pemerintah Arab Saudi memperketat aturan saat puncak haji.
Terakhir, Maman meminta Kementerian Agama menindak tegas agen travel yang terbukti menyalahi aturan dengan memberangkatkan jamaah haji tanpa visa yang resmi. “Agen travel juga harus ditindak karena mereka yang memberangkatkan,” ujarnya.
Sebelumnya, Kementerian Agama telah menegaskan bahwa hanya visa khusus haji yang dapat digunakan calon jamaah untuk melaksanakan ibadah haji di Makkah, Arab Saudi. "Kemenag kembali menegaskan bahwa hanya visa haji yang bisa digunakan dalam penyelenggaraan ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi," kata Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kemenag RI Akhmad Fauzin.
Akhmad menekankan penggunaan visa haji telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PIHU). "Pasal 18 UU PIHU mengatur bahwa visa haji Indonesia terdiri atas visa haji kuota Indonesia dan visa haji mujamalah undangan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi," katanya.
Ia lalu menjelaskan visa kuota haji terbagi menjadi dua, yakni haji reguler pemerintah dan haji khusus yang diadakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus atau PIHK.
Persoalan visa haji ini menjadi sorotan publik sejak diketahui adanya sekitar 100 ribu WNI yang berangkat umrah, tetapi belum kembali ke tanah air. Sebagian dari mereka diduga hendak melakukan ibadah haji ilegal dengan memakai visa ziarah, bukan visa haji yang resmi.