Sabtu 18 May 2024 06:01 WIB

Jangan 'Sembarangan Bicara' di Tanah Suci

Ucapan jangan sembarangan bicara di Tanah Suci' sering terdengar saat musim haji.

Jurnalis Republika Karta Raharja Ucu.
Foto: Dok Pribadi
Jurnalis Republika Karta Raharja Ucu.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Karta Raharja Ucu Jurnalis Republika dari Madinah, Arab Saudi

Lantai halaman Masjid Nabawi mulai dari pukul 10.00 sampai 16.00 Waktu Arab Saudi dipastikan panas. Suhu di Arab Saudi sekitar 38-42 derajat Celcius. Jangan coba-coba tidak memakai sandal ketika berjalan-jalan di halaman Masjid Nabi jika tidak ingin kaki melepuh atau pecah-pecah dan terluka.

Baca Juga

Sejak hari pertama menginjakkan kaki di Kota Nabi, tumit kiri dan kanan saya sudah mulai mengalami tanda-tanda pecah-pecah. Sampai pada hari ke-8 tumit saya dan sebagian telapak kaki luka-luka karena kering.

Pelembap kulit yang saya pakai rasanya tidak mempan mencegah terjadinya kaki pecah-pecah. Meskipun selama wara-wiri di pelataran Masjid Nabawi saya selalu memakai sandal, tetap saja telapak kaki saya tidak terhindar dari luka hingga berdarah.

Saya sempat kesulitan berjalan karena luka. Namun luka ini mengingatkan saya, apakah kaki yang Allah titipkan kepada saya jarang saya pakai untuk pergi tempat-tempat kebaikan, jarang saya ajak melangkahkan kaki ke masjid tepat waktu, atau bahkan menggunakan kaki saya untuk berjalan ke tempat yang dilarang Allah dan Rasul-Nya.

Ingatan saya mundur beberapa hari lalu ketika Sholat Dzuhur sekitar pukul 12.00 di Masjid Nabawi. Saat itu akses masuk ke dalam Masjid Nabawi ditutup karena menjelang waktu adzan dan sholat. Biasanya jamaah akan sholat di pelataran Masjid Nabawi yang beralaskan karpet seperti di dalam masjid.

Namun, yang tidak kebagian karpet akan sholat langsung di atas lantai yang panas. Jika yang membawa sajadah cukup terselamatkan, tetapi yang tidak membawa alas sholat ya wassalam. Kebayang kan bagaimana panasnya sholat di atas lantai yang terpanggang matahari 42 derajat celcius.

Saat itu tepat shaf di depan saya, ada seorang jamaah yang memakai kalung identitas berbendera Bangladesh. Dia sholat di depan saya. Saat tiba waktu sujud, saya melihat kaki dia pecah-pecah parah bahkan terlihat ada luka. Dalam hati, benar hanya dalam hati tanpa berucap dan mungkin mengganggu kekhusyuan sholat, kenapa bisa kaki dia pecah-pecah dan luka.

Usai sholat, saya yang tersadar sudah "rasani" orang lain langsung beristigfar. Tetapi sepertinya istigfar saya tidak langsung diterima Allah, karena hanya dalam hitungan jam, kaki saya yang memang sudah pecah-pecah langsung terluka dan berdarah.

Ucapan jangan bicara sembarangan di Tanah Suci karena akan langsung dibalas oleh Allah yang sering kita dengar, rasanya terjadi kepada saya. Memang, sebagian orang mungkin tidak percaya. Ada yang tidak mengalami ketika berada di Tanah Suci, tetapi tidak sedikit yang merasakan akibat "bicara sembarangan" selama di Nabawi atau Masjidil Haram.

Salah seorang jamaah yang tersasar usai Sholat Jumat, 17 Mei 2024 yang bertemu saya contohnya. Sebut saja namanya Kakek Sum. Beliau asal Kalimantan dan terpisah dari rombongan Sholat Jumat. Saya kesulitan mencari hotel tempat Kakek Sum menginap karena beliau tidak membawa kartu identitas yang seharusnya dikalungkan. Kakek Sum juga tidak membawa tas yang didapat dari Kementerian Agama yang berisi catatan kloter dan rombongan.

"Hotel saya namanya 165," kata dia. Tentu saja saya yang malah bingung. "Pak tidak ada hotel namanya 165. Nama hotel itu contohnya seperti Hilton Hotel, bukan angka."

Saya berinisiatif menelepon pembimbing ibadah atau ketua rombongan beliau lewat sambungan telepon WhatsApp. Tetapi Kakek Sum menolak memberikan HP-nya untuk saya lihat. "Jangan, biar saja nanti bisa pulang sendiri."

Setelah saya bujuk, Kakek Sum akhirnya mau membuka kontak WhatsApp pembimbingnya. Sekitar 30 menit kemudian beliau dijemput kepala rombongan di titik kami bertemu.

Di Madinah, Kakek Sum bukan satu-satunya jamaah haji yang saya temui di Masjid Nabawi tidak membawa kartu identitas. Hampir semua jamaah yang saya temui tersasar 1-2 kilometer dari hotel tempatnya menginap. Ada yang salah keluar pintu gerbang, ada yang ketinggalan rombongan karena yakin bisa pulang sendirian, hingga ada yang mengaku tersasar karena mengikuti jamaah dari kloter lain.

"Saya ingat kok, jalanannya berbatu seperti ini."

"Pokoknya saya keluar pintu lewat jalan besar."

"Kartu itu saya tinggal di hotel. Punya saya sama kok dengan punya bapak itu."

Beragam pernyataan dari jamaah haji yang tersasar menjadi makanan rutin kami para Petugas Haji. Menggemaskan. Karena itu penting sekali selama bertemu jamaah untuk mengelola emosi dan tutur kata. Apalagi rata-rata jamaah yang tersasar adalah lansia.

Dokter Gina Dwi Rahma, Petugas Haji Kloter JKG 05, yang saya temui di sela-sela liputan kedatangan jamaah haji sempat mengingatkan agar jamaah selalu rutin minum agar tidak dehidrasi. Dia juga mengimbau jamaah selalu memakai alas kaki. Tujuannya tentu saja untuk menghindari kaki melepuh. "Jamaah jangan lupa memakai alas kaki dengan kaos kaki untuk ibu-ibu supaya kaki tidak melepuh atau terbakar. Nanti jamaah sulit berjalan."

Di kantor Daerah Kerja (Daker) Kota Madinah, peringatan serupa juga pernah disampaikan Kepala Seksi Perlindungan Jamaah (Kasi Linjam) Daerah Kerja Madinah, Ahmad Hanafi. Ditemui di meja kerjanya, Ahmad Hanafi mengimbau kepada jamaah untuk tidak sembarangan meletakkan sandalnya ketika pergi ke Masjid Nabawi. Tujuannya tentu saja untuk menghindari kehilangan atau lupa. "Kalau tidak pakai alas kaki minta bantuan petugas biar dicarikan solusinya. Jangan tidak memakai alas kaki nanti bisa melepuh."

Tumit yang pecah-pecah sebenarnya menjadi salah satu risiko yang bisa terjadi di semua jamaah haji dan umroh. Risiko penyakit lain yang kemungkinan menyerang jamaah haji dan umroh adalah kulit gatal karena gesekan baju dan keringnya udara. Sehingga, sebagai pembenaran atas ucapan saya kepada jamaah asal Bangladhes, tumit saya yang luka bukan karena "ngerasani" dia di Masjid Nabawi.

"Dek, tahu gak obat untuk kaki saya ini," kata Kakek Sum sembari menunjukkan kaki kanan dan kirinya yang pecah-pecah dan luka hingga mengeluarkan darah karena beberapa hari lalu nekat pulang dari Masjid Nabawi ke hotel dengan berjalan tanpa alas kaki.

Saya yang mau berkomentar atas pengakuan Kakek Sum, langsung teringat peringatan, "Jangan bicara sembarangan di Tanah Suci." 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement