REPUBLIKA.CO.ID, BALI -- Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah WWF ke-10 menjadi momentum penting untuk menunjukkan kepada dunia komitmen serta kontribusi nyata di bidang sumber daya air.
Keberlanjutan sumber daya air telah menjadi isu mendesak bagi dunia. Kebutuhan air global meningkat tajam, sejalan dengan pertumbuhan populasi dan industri. Sementara itu, ketersediaan air yang berkualitas dan berkelanjutan semakin sulit akibat degradasi lingkungan dan perubahan iklim.
Melihat hal ini Usman Firdaus, Pendiri Masyarakat Pendiri Ciliwung yang juga ikut menyukseskan kegiatan World Water Forum di Bali mengatakan dengan ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah di acara WWF, para komunitas yang konsen di permasalahan air ini menilai sebagai hal baik dan positif.
"Mulai dari tahun 2002 sudah dicanangkan bahwa WWF menjadi bagian dari pemberdayaan air apalagi saat ini temanya water for peace karena di mana-mana sedang mengalami krisis iklim untuk sumber daya air dan kesediaannya harus kita jaga agar digunakan untuk kemaslahatan hajat hidup orang banyak," katanya saat ditemui di padepokan Mat Peci, di Jakarta Selatan.
Usman juga mengatakan apapun kondisinya sebagai komunitas yang konsen terhadap air dan lingkungan Usman akan terus bergerak untuk tetap menjaga lingkungan.
"Kami berharap dampak positif nya dari WWF ini bisa berakibat baik kepada dunia yang utama dan masyarakat pada umumnya untuk mengembangkan sumber air di lingkungan kita sehingga kita dapat mengatasi hal-hal yang terburuk di masa yang akan datang dan air ini tetap menjadi sumber penghidupan di segala kehidupan, adapun kerja sama yang akan dihasilkan dalam Forum di Bali besok kami akan tetap mendukung dan memberikan pikiran serta kerja nyata kami di lingkungan," katanya lagi.
Dalam WWF Pemerintah Indonesia akan mengusulkan penerapan kebijakan tata ruang Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu Zero Delta Q sebagai upaya pengendalian banjir sebagai bagian dari proses tematik World Water Forum ke-10 di Bali pada 18-25 Mei 2024. Penerapan kebijakan Zero Delta Q tidak bisa dilakukan sendirian.
Untuk menghadapi bencana memang dilakukan kerja sama antarpihak baik di dalam negeri maupun internasional karena perubahan iklim ini bukan hanya di Indonesia tapi global bahkan mengarah pada krisis iklim. Oleh karena itu dalam mengatasi krisis iklim ini masyarakat dunia juga harus memperhatikan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah Indonesia.
"Selain kerja sama seluruh pihak dan akan dirasakan oleh seluruh pihak juga oleh karena itu harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan bergotong royong untuk masyarakat dunia sehingga dapat mengatasi perubahan iklim tersebut dengan berbagai aspek," tuturnya.
Usman pun memberikan beberapa langkah untuk menghadapi krisis iklim. Dia mengajak kepada para komunitas dan juga pemerintah untuk bergandengan tangan menjaga bumi dan air.
"Kali ini saya mengajak Komunitas sungai maupun komunitas lingkungan lain nya di Indonesia kita bersinergi dengan note working yang ada bagaimana restorasi sungai ini menjadi sebuah kekuatan kemudian jangan lupa bahwa sumber daya air ini menjadi sebuah kekuatan apapun kondisinya air harus tetap tersedia kalau semisal air di bumi ini tinggal satu tetes maka uang dan harta kekayaan lain nya tidak ada manfaatnya lagi maka mari kita jaga bumi kita dan kesediaan air kita," pungkasnya.