REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gelaran World Water Forum (WWF) ke-10 dilengkapi dengan forum diskusi mengenai subak dan jalur rempah sebagai kearifan lokal pengelolaan air. Di sana, dieksplorasi sistem subak di Bali atau sistem pengelolaan air tradisional yang berakar kuat pada filosofi dan budaya masyarakat adat, yang mana kaitannya erat dengan jalur rempah.
"Subak dan jalur rempah menunjukkan prinsip-prinsip kesejahteraan bersama dengan menunjukkan bagaimana praktik pengelolaan air berkelanjutan dapat memberikan manfaat bagi seluruh masyarakat, mendorong stabilitas ekonomi, kohesi sosial, dan pengayaan budaya," jelas Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti, Ahad (19/5/2024).
Forum itu, kata dia, dilangsungkan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran para pemangku kepentingan, termasuk pembuat kebijakan, peneliti, dan masyarakat lokal, tentang nilai pengetahuan tradisional Indonesia dalam mengatasi tantangan kontemporer terkait air. Di mana beberapa contoh tantangan itu seperti mata pencaharian, pelestarian keanekaragaman hayati air, dan pemberdayaan masyarakat.
"Selain itu, sesi ini bertujuan untuk mendorong kolaborasi dan kemitraan antara lembaga pemerintah, lembaga budaya, dan masyarakat lokal untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Subak ke dalam inisiatif pengelolaan air nasional," jelas dia.
Selama 10 tahun terakhir, dialog antara pengelola air dan ahli warisan budaya telah diselenggarakan mengenai pentingnya warisan material, tata kelola dan spiritual terkait air untuk tantangan pengelolaan air saat ini dengan tujuan meningkatkan minat untuk 'belajar dari masa lalu' dan memberi nilai tambah pada intervensi pengelolaan air di masa depan.
"Kemudian juga mendorong kegiatan nasional mengenai air dan warisan budaya antara lembaga pengelolaan air dan warisan budaya, dan mengembangkan agenda tematik untuk penelitian mengenai pentingnya warisan terkait air untuk tantangan pengelolaan air," jelas Irini.
Dari sesi ini, peserta dapat memperoleh wawasan tentang bagaimana pengetahuan tradisional dapat menawarkan solusi efektif untuk mengatasi tantangan global kontemporer.
Hasil dari sesi ini adalah untuk mengkatalisasi aksi dan kolaborasi dalam memanfaatkan sistem Subak dan warisan jalur rempah sebagai solusi terhadap tantangan air kontemporer, sekaligus memastikan pelestarian warisan budaya dan pemberdayaan masyarakat lokal.
Kearifan Lokal Ciri Khas Tak Tergantikan
Dalam kehidupan masyarakat Bali, dua kearifan lokal ini telah menjadi ciri khas yang tak tergantikan. Manajemen air melalui subak dan penggunaan rempah-rempah dalam kehidupan sehari-hari.
"Sejak zaman dahulu hingga kini, keduanya tetap lestari, menjadi tulang punggung budaya Bali yang kaya," jelas Irini.
Mengambil langkah pertama menuju penjelajahan yang mendalam terhadap kekayaan budaya Bali, 'Telu' hadir sebagai titik temu harmoni dan warisan.
'Telu', yang bermakna "tiga" dalam bahasa Bali, tidak hanya mencerminkan filosofi Tri Hita Karana yang mendalam, melainkan juga menghidupkan kembali kearifan kuno melalui serangkaian pengalaman yang memikat.
Menulusuri Pasar Rempah pada jalur rempah-rempah kuno, 'Telu' mengajak kita untuk menyingkap kenikmatan aromatik di Pasar Rempah. Temukan kekayaan cita rasa, wewangian, dan kuliner eksotis dalam perjalanan ini.
Melalui seni yang dinamis, 'Telu' mengungkap jiwa Bali. Tentu keindahannya dapat dilihat dalam setiap sapuan kuas dan gerakan tarian, yang memperlihatkan kekayaan warisan dan kreativitas tak terbatas.
Di balik kemegahan Subak, sistem irigasi tradisional Bali, terletak harmoni alam dan masyarakat. 'Telu' membawa Anda untuk menemukan kearifan mendalam dalam praktik kuno ini, yang menjadi warisan abadi untuk pertanian berkelanjutan.
Ini merupakan perjalanan yang tak terlupakan menuju jantung budaya Bali di 'Telu', di Museum Pasifika Nusa Dua Bali. Momen ini sebagai langkah awal untuk memahami dan menghargai kekayaan budaya Bali yang tak ternilai harganya.