REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) menerima 267 laporan dan 197 tembusan terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) sepanjang Januari hingga April 2024. Dari ratusan laporan tersebut, KY mengusulkan penjatuhan sanksi kepada 33 hakim setelah dinyatakan terbukti melanggar KEPPH.
"Sebanyak 17 orang hakim diusulkan sanksi ringan, 5 orang hakim diusulkan sanksi sedang, dan 8 orang hakim diusulkan sanksi berat. Sementara 3 orang hakim tidak bisa diberikan usul penjatuhan sanksi karena laporan tersebut sudah terlebih dahulu dijatuhi sanksi oleh MA," kata Anggota KY Joko Sasmito dalam konferensi pers penanganan laporan masyarakat dan pemantauan persidangan periode Januari-April 2024 pada Senin (20/5/2024).
Joko merinci usulan penjatuhan sanksi tersebut. Sanksi ringan berupa teguran tertulis dijatuhkan kepada 6 orang hakim dan pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 11 orang hakim.
Usulan sanksi sedang, yaitu penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun dijatuhkan kepada 1 orang hakim, penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 tahun dijatuhkan kepada 2 orang hakim, dan hakim nonpalu paling lama 6 bulan kepada 2 orang hakim.
"Untuk sanksi berat, KY mengusulkan 3 orang hakim dijatuhi hakim nonpalu lebih dari 6 bulan dan paling lama 2 tahun, pemberhentian tetap dengan hak pensiun dijatuhkan kepada 4 orang hakim, dan pemberhentian tidak dengan hormat kepada 1 orang hakim," ujar Joko.
Joko mengungkap, jenis pelanggaran KEPPH yang paling banyak dilakukan adalah bersikap tidak profesional (14 orang hakim). Kemudian yang lainnya menunjukkan keberpihakan kepada pihak berperkara (5 orang hakim), menerima suap atau gratifikasi (4 orang hakim), perselingkuhan (3 orang hakim), kepemilikan senjata api tanpa izin (1 orang hakim), menelantarkan istri dan anak (1 orang hakim), tidak membayar kewajiban hutang (1 orang hakim) dan berperilaku tidak pantas (1 orang hakim).
"Untuk 5 orang hakim yang diusulkan sanksi berat berupa pemberhentian, KY telah mengusulkan untuk dibawa ke Majelis Kehormatan Hakim atau MKH. MA dan KY menggelar MKH sebagai forum pembelaan diri bagi hakim yang diusulkan untuk dijatuhi hukuman berat berupa pemberhentian, baik atas usul KY maupun usul MA," ujar Joko.
Selain itu, penjatuhan sanksi yang disampaikan KY ke MA berdasarkan hasil pemeriksaan, sidang panel, dan sidang pleno oleh Anggota KY. Proses penanganan dilakukan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak termasuk pelapor dan saksi yang hasilnya berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP), serta pengumpulan bukti-bukti yang detail sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap hakim terlapor.
KY telah memanggil 251 orang yang terdiri dari pelapor, saksi, ahli dan terlapor untuk mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menguji data atau bukti terkait dugaan pelanggaran KEPPH.
"Dari jumlah tersebut, 193 orang hadir dan 58 orang tidak hadir. Pemeriksaan juga dilakukan secara elektronik untuk pemeriksaan jarak jauh. Tercatat ada 8 kali pemeriksaan yang dilakukan secara elektronik," ujar Joko.
Penanganan lanjutan laporan masyarakat selanjutnya adalah sidang panel. Pada empat bulan pertama 2024 dilakukan sidang panel terhadap 42 laporan dengan rincian 30 laporan tidak dapat ditindaklanjuti dan 12 laporan dapat ditindaklanjuti.
KY menggelar sidang pleno terhadap 105 laporan untuk menentukan terbukti atau tidak terbukti melanggar KEPPH. Sidang pleno menyatakan sebanyak 85 laporan tidak terbukti melanggar KEPPH dan 20 laporan terbukti melanggar KEPPH. Namun, hanya 17 laporan dengan putusan terbukti yang diusulkan KY, sementara 3 putusan lainnya sudah terlebih dahulu dijatuhi sanksi oleh MA (nebis in idem).
"KY telah mengirimkan 12 laporan tersebut kepada MA. Sementara 3 laporan masih dalam proses bersurat dan 2 laporan lainnya dalam proses minutasi," ucap Joko.