REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyurati Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) untuk transparan, dan terbuka dalam penyidikan lanjutan kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon 2016. Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Uli Parulian Sihombing pun, menagih hasil kerja tim penyidikan Polda Jabar dalam pencarian tiga buronan yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait kasus tersebut.
Komnas HAM, kata Uli mengawasi proses penegakan hukum yang dilakukan kepolisian dalam lanjutan kasus pembunuhan yang terjadi Agustus 2016 lalu itu. “Sebagai salah satu upaya dalam memastikan penegakan hukum atas kasus tersebut, Komnas HAM meminta kembali keterangan Polda Jawa Barat,” ujar Uli dalam siaran pers, Selasa (21/5/2024).
Uli menjelaskan, melalui surat Komnas HAM 380/PM.00/K/V/2024, pada 20 Mei 2024, pihaknya meminta keterangan mengenai perkembangan pencarian tiga orang yang telah ditetapkan sebagai DPO dalam kasus pembunuhan Eky, dan Vina.
Komnas HAM juga mendesak agar Polda Jabar memberikan keterangan mengenai tindak lanjut dan proses hukum terhadap tiga DPO atas nama Pegi alias Perong, Andi, dan Dani yang disebut-sebut sebagai dalang, dan otak pelaku pembunuhan delapan tahun lalu itu.
“Dan memastikan, perlindungan, pemenuhan hak atas keadilan, dan kepastian hukum terhadap keluarga korban,” begitu kata Komnas HAM dalam surat kepada Polda Jabar tersebut," katanya.
Uli melanjutkan, Komnas HAM menyesalkan kinerja kepolisian yang belum berhasil dalam mengejar, dan menangkap tiga DPO tersebut. Karena, penyidikan dan pengusutan lanjutan kasus pembunuhan tersebut sudah berlangsung selama sewindu. “Komnas HAM menyampaikan keprihatinan atas belum tertangkapnya tiga pelaku yang masuk dalam DPO tersebut,” kata Uli.
Uli menyampaikan, Komnas HAM sudah pernah menyurati Polda Jabar perihal penanganan kasus pembunuhan Vina dan Eky tersebut pada September 2016. Menurutnya, Komnas HAM menyurati Polda Jabar perihal adanya aduan dari pengacara, dan beberapa tersangka yang sudah ditangkap oleh kepolisian lantaran dituduh terlibat dalam pembunuhan tersebut.
“Komnas HAM pada 13 September 2016 telah menerima pengaduan dari kuasa hukum Hadi Saputra, Suprianto, Eko Ramadani, dan Saka Tatal. Pengaduan tersebut mengenai dugaan penghalangan bertemu dengan keluarga, dan kuasa hukum, pemaksaan pengakuan sebagai pelaku, serta dugaan penyiksaan,” kata Uli.
Atas pengaduan itu, Komnas HAM pada 20 Januari 2017, mengirimkan permintaan klarifikasi kepada Irwasda Polda Jabar untuk mendesak dilakukan pemeriksaan internal terhadap tim penyidik. Namun Uli tak menerangkan, apa hasil dari desakan permintaan Komnas HAM kepada Irwasda Polda Jabar tersebut. Akan tetapi, Uli memastikan, Komnas HAM meminta agar fungsi pengawasan internal kepolisian menjadikan UU 39/1999 tentang HAM, dan KUHAP sebagai acuan dalam pemenuhan standar penanganan tersangka anak dalam hukum.
Dalam surat tersebut, Komnas HAM meminta Irwasda Polda Jawa Barat untuk melakukan pemeriksaan kepada penyidik yang di duga melakukan penyiksaan, dan penghalang-halangan kunjungan keluarga, memproses secara disiplin dan tindak pidana bagi penyidik yang diduga melakukan penyiksaan.
“Serta meminta jaminan hak-hak tersangka sesuai dengan UU HAM dan KUHAP dalam pemenuhan standar penanganan hukum,” katanya.
Vina Dewi Arsita dan Rizky Rudiana tewas di Jalan Perjuangan di depan SMP 11 Kali Tanjung, Cirebon, Jabar, pada Sabtu 27 Agustus 2016 malam. Jasadnya baru ditemukan pada Ahad 28 Agustus 2016 pagi. Kasus ini semula dalam penanganan Polres Cirebon Kota. Dari penyidikan, ditemukan 11 pelaku. Delapan di antaranya berhasil diringkus dan diajukan ke persidangan. Dari delapan yang diajukan ke persidangan, satu di antaranya masih di bawah umur. Tujuh terdakwa orang dewasa, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana dihukum penjara seumur hidup.
Sedangkan satu terdakwa yang di bawah umur, divonis delapan tahun penjara. Namun, pada April 2024 sudah dinyatakan bebas, yakni Saka Tatal. Setelah bebas, Saka Tatal yang kini berusia 23 tahun menegaskan dirinya adalah korban dari salah tangkap kepolisian dalam pengusutan kasus pembunuhan Vina dan Eky.
Saka Tatal, pun mengaku dirinya mengalami penyiksaan dan dipaksa untuk mengakui perbuatan pembunuhan selama di sel tahanan kepolisian. Kasus ini kembali mencuat lantaran perilisan film Vina: Sebelum 7 Hari yang mengisahkan tentang pembunuhan dan perkosaan Vina, serta Eky. Keduanya adalah pasangan asmara. Kembali mencuatnya kasus ini mendesak Polda Jabar melanjutkan penanganan kasus tersebut.