Selasa 21 May 2024 16:17 WIB

Hindari Satu Kata Ini Ketika Bicara dengan Diri Sendiri, Picu Perasaan Bersalah

Apa satu kata yang sebaiknya tak diucapkan saat berbica dengan diri sendiri?

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Qommarria Rostanti
Ada satu kata yang sebaiknya tidak diucapkan ketika berbicara dengan diri sendiri (ilustrasi).
Foto: www.freepik.com
Ada satu kata yang sebaiknya tidak diucapkan ketika berbicara dengan diri sendiri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada satu kata yang sebisa mungkin tidak digunakan saat berbicara dengan diri sendiri. Terapis dan pekerja sosial klinis berlisensi Carrie Howard yang kerap menangani kasus kecemasan mengatakan, satu kata yang perlu dihindari itu adalah "seharusnya".

Howard yang berbasis di Texas, Amerika Serikat, menjelaskan bahwa penggunaan kata "seharusnya" dapat menambah rasa kewajiban atau rasa malu. Hal itu sering kali merugikan, sebab memicu perasaan bersalah dan dapat mengarah pada penundaan.

Baca Juga

"Ini mengabaikan proses penting untuk belajar percaya pada diri sendiri untuk membuat keputusan terbaik, dan mampu dengan sadar mempertimbangkan bagaimana keputusan potensial itu selaras atau tidak dengan tujuan, nilai, dan keinginan," ucap Howard, dikutip dari laman Huffington Post, Selasa (21/5/2024).

Sayangnya, banyak orang sudah terbiasa memakai kata "harus" atau "seharusnya". Misalnya, "saya seharusnya tidak makan gorengan itu", atau "saya seharusnya mengerjakan pekerjaan ini sekarang". Mungkin kesannya sepele, tapi jika dicermati, ada tekanan dalam sejumlah pernyataan itu.

Padahal, sebagai orang dewasa yang memiliki hak pilihan untuk mempertimbangkan keputusan dan memilih yang terbaik untuk diri sendiri, itu bukanlah kata yang pas. Menurut Howard, lebih baik memakai kata "memilih", "ingin", atau "perlu". "Itu dapat menginspirasi tindakan, motivasi, rasa hak pilihan, atau pencapaian yang bermakna," ungkap Howard. 

Pendiri dan direktur klinis Bloom Psychology & Wellness, Meghan Watson, mengatakan analisis lain di balik pemakaian kata "harus" dan "seharusnya". Bagi Watson, itu mengandung unsur yang berakar pada ketidakpastian, kebingungan, keterpisahan, juga keterputusan dari diri sendiri.

Dia memaklumi beberapa orang mungkin merasa sulit untuk memisahkan apa yang sebenarnya diinginkan dan apa yang diinginkan karena pengaruh eksternal dan tekanan masyarakat. Pengaruh itu mungkin berasal dari keluarga, budaya, persahabatan, atau peran sebagai pengasuh, orang tua, atau pasangan.

Pengaruh eksternal pun bisa membuat seseorang menanggung banyak tekanan dalam setiap keputusan. Pada akhirnya, seseorang akan merasa dikuasai oleh rasa malu dan bersalah jika tidak melakukan sesuatu, yang berujung pada pernyataan "seharusnya".

Watson yang berbasis di Toronto, Kanada, mengatakan tidak berarti seseorang perlu menghapus sepenuhnya pernyataan "seharusnya". Namun, cobalah sadari kewajiban dan tanggung jawab berbeda dengan menyerah begitu saja pada sesuatu yang menurut Anda "harus" Anda lakukan

Dalam pandangan Watson, ada juga “keharusan” positif dalam hidup. Dia menyarankan untuk melepaskan diri dari narasi "seharusnya" yang toksik, dan fokus pada keyakinan dan nilai-nilai hidup. "Dengan menghilangkan tekanan “seharusnya”, Anda akan lebih siap melakukan apa yang benar-benar ingin Anda lakukan dan hal-hal yang selaras dengan tujuan dan nilai-nilai Anda," kata Watson. 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement