REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa Kementerian Keuangan tetap menggunakan alat fiskal atau fiscal tool guna mendorong investasi dalam pembiayaan air bersih dan sanitasi.
"Kami menggunakan fiscal tool agar dapat terus memberikan sinyal yang tepat kepada pemerintah daerah serta sektor swasta untuk berinvestasi di bidang air bersih. Kami ingin mendorong semua, semua pihak, pemangku kepentingan untuk bekerja sama," kata Sri Mulyani usai sesi diskusi panel World Water Forum Ke-10 2024 di Badung, Bali, Selasa (22/5/2024).
Ia menjelaskan bahwa air menjadi salah satu aspek penting dalam kehidupan masyarakat sehingga telah dialokasikan sekitar 3,4 persen dari APBN.
Meskipun terdapat kendala ekonomi, Sri Mulyani memerinci pada 2009 dunia hanya mengalokasikan 8,7 miliar dolar AS dalam bentuk bantuan pembiayaan untuk pembangunan air dan sanitasi.
Ia menilai jumlah tersebut tergolong kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan investasi tahunan di bidang air dan sanitasi yang jauh lebih besar.
Negara-negara berkembang menghabiskan sekitar 0,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) untuk air setiap tahunnya, dan hanya 70 persen dari anggaran tersebut yang terbelanjakan.
"Jadi uangnya sudah kecil, penyerapan dan eksekusinya pun semakin kecil," ujarnya.
Selain itu, Bendahara Negara itu mengatakan bahwa diperlukan peraturan yang jelas dan tepat dalam skema pembiayaan campuran atau "blended finance" guna menarik lebih banyak investasi di sektor air dan sanitasi.
Dalam sesi panel World Water Forum Ke-10 2024, Ia juga menyoroti bahwa tidak cukup hanya melibatkan sektor publik untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) ke-6 tersebut, melainkan harus disertai skema yang jelas dan inovatif.
“Jadi bagi kita semua, kebutuhan pendanaan tidak boleh hanya bergantung pada masyarakat. Namun dana publik dan kebijakan serta peraturan yang tepat mempunyai peran yang sangat penting dan signifikan dalam menarik lebih banyak dana untuk berinvestasi di bidang air dan sanitasi,” terang Sri Mulyani.
Menkeu mengatakan pemerintah sejauh ini telah berinvestasi pada sistem pengelolaan air limbah domestik serta sistem pengelolaan sampah yang komprehensif, namun peran para pemangku kepentingan (stakeholder) dari pihak swasta tetap diperlukan.
"Kementerian Keuangan siap bekerja sama dengan semua pihak dalam kemitraan. Bagaimana kita akan membina kemitraan ini di antara pemerintah, di antara organisasi pembangunan, sektor swasta, masyarakat sipil dan komunitas termasuk para filantropis yang bekerja sama untuk mengatasi masalah yang sangat penting ini," tutupnya.
Adapun berdasarkan data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dunia hanya memiliki waktu tujuh tahun untuk mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama yang berkaitan dengan air.
Polusi air dan perubahan iklim menjadi penyebab yang mendesak. Saat ini, 4 juta orang hidup di wilayah krisis air. Satu dari 4 kota menghadapi kerawanan air.
Oleh karena itu, diperlukan langkah signifikan untuk memastikan keamanan air bagi semua orang di dunia. Melalui sejumlah kerja sama dan kebijakan, termasuk juga investasi dan pembiayaan yang besar. Infrastruktur air saja diperkirakan membutuhkan dana sebesar 6,7 triliun dolar AS pada 2030.